JAKARTA, harianpaparazzi.com – Hakim tunggal Pengadilan Negeri (PN) Bandung Eman Sulaeman mengabulkan gugatan praperadilan Pegi Setiawan, tersangka kasus pembunuhan Vina dan Eky di Cirebon pada 2016.
Oleh karenanya, terhadap Pegi Setiawan dinyatakan harus bebaskan dari penahanan sebab penetapan tersangkanya oleh Polda Jawa Barat (Jabar) dinyatakan tidak sah.
Pegi pun sudah resmi keluar dari rumah tahanan Polda Jawa Barat pada Senin (8/7/2024) pukul 21.39 WIB dijemput keluarga dan 22 kuasa hukumnya.
Ditemui di Mapolda Jawa Barat (Jabar), salah satu tim Kuasa hukum Pegi Setiawan, Toni RM menyebut bahwa pihaknya akan menuntut ganti rugi kepada Polda Jabar.
Pasalnya, perihal ganti rugi belum ada dalam amar putusan praperadilan yang dibacakan oleh Majelis Hakim PN Bandung.
Menurut Toni, ganti rugi akan diajukan karena selama dilakukan penahanan, Pegi Setiawan kehilangan pekerjaan dan penghasilannya.
“Amar yang belum ada mengenai ganti kerugian. Karena Pegi selama ditahan kehilangan penghasilan, pekerjaan meskipun sebagai kuli bangunan. Dia berpenghasilan untuk membantu kedua adiknya sekolah,” kata Toni dikutip dari video Antaranews, Selasa (9/7/2024).
“Sehingga ketika ditahan, Pegi kehilangan penghasilan. Maka kami nanti berdiskusi dengan tim penasihat hukum berencana akan mengajukan gugatan ganti kerugian,” ujarnya melanjutkan.
Diberitakan Antaranews juga, beberapa hal yang dimintakan ganti rugi adalah atas dua sepeda motor yang pernah ditahan Polda Jabar dan tidak dikembalikan sejak tahun 2016.
Kemudian, penghasilan Pegi Setiawan sebagai kuli bangunan selama beberapa ditahan.
“Kurang lebih Rp175 juta dari dua sepeda motor yang ditahan Polda Jabar dengan ditambah penghasilan setiap bulan Rp5 juta sebagai kuli bangunan yang terhenti selama tiga bulan,” katanya.
Selain itu, Toni menuntut agar Polda Jabar segera mengumumkan bahwa Pegi Setiawan bukan lagi tersangka. Sebagaimana bunyi amar putusan hakim PN Bandung, yakni “memulihkan hak pemohon dalam kemampuan kedudukan dan harkat serta martabatnya seperti sedia kala”.
“Amar putusan rehabilitasi penyidik mengumumkan Pegi tersangka Polda Jabar untuk mengumumkan tidak lagi tersangka,” ujar Toni.
Aturan ganti kerugian
Namun, ada sejumlah aturan hal yang patut diperhatikan terkait ganti kerugian karena menjadi korban salah tangkap. Seperti, hanya bisa diajukan oleh seseorang yang berstatus tersangka, terdakwa atau terpidana.
Kemudian, dapat diterapkan apabila putusan pengadilan telah berkekuatan hukum tetap. Dengan kata lain, bisa saja sudah diputus oleh Mahkamah Agung (MA) atau tidak diajukannya banding.
Dalam UU Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana atau Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) memang diatur mengenai rehabilitasi, ganti rugi hingga pemulihan nama baik korban salah tangkap oleh Kepolisian.
Hak ganti kerugian bagi korban salah tangkap dituangkan dalam Pasal 95 Ayat (1) KUHAP yang berbunyi, “Tersangka, terdakwa atau terpidana berhak menuntut ganti kerugian karena ditangkap, ditahan, dituntut dan diadili atau dikenakan tindakan lain, tanpa alasan yang berdasarkan undang-undang atau karena kekeliruan mengenai orangnya atau hukum yang diterapkan”.
Tuntutan ganti kerugian juga dapat diajukan oleh ahli waris yang bersangkutan kepada pengadilan yang berwenang mengadili, sebagaimana termaktub dalam Pasal 95 Ayat (2).
Kemudian, dalam ayat (3) sampai (5) pasal yang sama mengatur perihal pengajuan dan pemeriksaan permintaan ganti rugi bisa diajukan melalui praperadilan.
Besaran ganti kerugian yang akan didapat oleh korban salah tangkap adalah minimal Rp 500.000 dan paling banyak Rp 100 juta. Angka ini sesuai dengan yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 92 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua Atas PP Nomor 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan KUHAP.
Namun, jika kekeliruan atau kesalahan penangkapan atau penahanan yang dialaminya mengakibatkan luka berat atau cacat sehingga tidak bisa melakukan pekerjaan, besarnya ganti kerugian yang diterima adalah Rp 25 juta-Rp 300 juta.
Sementara itu, jika penangkapan atau penahanan yang dialami mengakibatkan kematian, maka besarnya ganti kerugian yang diberikan sesuai aturan adalah Rp 50 juta-Rp 600 juta.
Kemudian, diatur juga bahwa tuntutan ganti kerugian dapat diajukan paling lama tiga bulan sejak tanggal petikan atau salinan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap diterima.
Dalam hal perkara yang dihentikan pada tingkat penyidikan atau tingkat penuntutan, ganti kerugian diajukan paling lambat tiga bulan sejak tanggal pemberitahuan penetapan praperadilan.
Kemudian, terkait permohonan rehabilitasi, seseorang bisa mendapatkan pemulihan haknya dalam kemampuan, kedudukan dan harkat serta martabatnya karena ditangkap, ditahan, dituntut ataupun diadili tanpa alasan yang berdasarkan undang-undang, atau karena kekeliruan mengenai orang atau hukum yang diterapkan
Pasal 97 Ayat 1 KUHAP berbunyi, “Seorang berhak memperoleh rehabilitasi apabila oleh pengadilan diputus bebas atau diputus lepas dari segala tuntutan hukum yang putusannya telah mempunyai kekuatan hukum tetap”.
Sementara itu, permintaan rehabilitasi oleh tersangka atas penangkapan atau penahanan tanpa alasan yang berdasarkan undang-undang atau kekeliruan mengenai orang atau hukum yang diterapkan yang perkaranya tidak diajukan ke pengadilan negeri, diputus oleh hakim praperadilan. (kmp)