Lhokseumawe, harianpaparazzi.com – Tender puluhan paket proyek Anggaran Pendapatan Belanja Kota (APBK) tahun 2024 di Pemerintah Kota ( Pemko) Lhokseumawe diduga sarat rekayasa oleh oknum kepala Unit Layanan Pengadaan ( ULP).
Dugaan Rekayasa dalam proses tender tersebut oleh kepala ULP disebut-sebut atas perintah langsung Pj. Wali Kota Lhokseumawe A.Hanan.
Keterangan yang dihimpun wartawan, menyebutkan,untuk tahun anggaran 2024 Pemko Lhokseumawe sudah membagikan hampir 50 persen paket proyek kepada rekanan peliharaan dan rekanan yang dibawa oleh PJ.Wali Kota dari Banda Aceh dengan cara melakukan tender Rekayasa melalui Ulp di bawah kendali Edi Paisal.
Edi Paisal selaku kepala ULP diduga ditugaskan oleh PJ.Wali Kota untuk melakukan negosiasi dengan para rekanan dengan nilai tawar sebesar 10 hingga 13 persen dengan syarat untuk memenangkan pekerjaan di Satuan Kerja Perangkat Daerah ( SKPD ) tertentu.
Sedangkan kepala SKPD tidak diberi wewenang apapun terhadap paket pekerjaan di instansi yang dipimpinnya.
Semua list kegiatan di setiap Dinas diminta untuk diserahkan kepada Wali Kota melalui Sekda, kemudian Wali Kota menunjuk rekanan untuk mengikuti tender di ULP yang sebelumnya kepala ULP Edi Paisal sudah diarahkan untuk siapa paket dimaksud dimenangkan.
Namun kata sumber tadi, sebelum paket yang akan ditender tersebut tayang di laman LPSE, para rekanan diwajibkan bayar 3 persen untuk ULP dan 10 Persen untuk Pj.Wali Kota melalui kepala ULP. Uang tersebut dikumpul oleh Edi Paisal yang kemudian diserahkan kepada Pj.Wali Kota dan pihak lain sesuai arahan Pj.Wali Kota.
Sementara Muhammad Reza Muklis ,salah seorang kontraktor lokal kepada wartawan Selasa (11/6) mengaku sangat kecewa dengan tindakan Pj.Wali Kota Lhokseumawe yang melakukan tindakan Jual beli proyek kepada rekanan dengan tarif mencapai 10 hingga 13 persen.
“Kutipan yang dilakukan Pj.Wali Kota Lhokseumawe, A.Hanan melalui kepala ULP Edi Paisal itu adalah bentuk pemerasan kepada kami kalangan rekanan, Bagaimana nantinya nasib kami rekanan lokal yang tidak mampu membayar Fee 10 hingga 13 persen,sudah pasti kami tak dapat proyek.Kalau lah kami ikut tender sudah pasti kami tidak akan menang karena paket dimaksud sudah diarahkan,”kata Muklis.
Salah seorang kepala Dinas kepada Wartawan mengaku heran dengan sikap Pj.Wali Kota yang satu ini.
“Kami tidak diberikan kewenangan dan tidak dilibatkan sama sekali dalam urusan proyek,semua paket diminta list nama-nama kegiatan,kemudian kami antar ke ULP.Urusan kesiapa paket tersebut diberikan dan berapa persen diambil itu bukan urusan kami,tapi itu urusan ULP dengan Gedung Putih (Pj.Wali Kota-Red),” kata seorang kepala Dinas yang enggan disebutkan identitasnya dengan alasan keamanan Jabatan.
Dikonfirmasi Wartawan, kepala ULP Lhokseumawe, Edi Paisal sebelumnya membenarkan pihaknya ditugaskan oleh atasannya yaitu Pj.Wali Kota dan Sekda untuk mengelola semua paket proyek yang ada di lingkup Pemko Lhokseumawe.
“Saya bekerja atas perintah dan arahan atasan bang. Abangkan tahu posisi saya sebagai orang yang diperintah, apa yang diperintah itulah yang saya kerjakan,” kata Edi Paisal menjawab Wartawan beberapa waktu lalu.
Ditanya tentang jumlah paket yang sudah dilakukan tender,Edi Paisal enggan menjelaskan, bahkan Edi mencoba membohongi Wartawan dengan menyatakan belum ada paket yang sudah ditender, padahal di lapangan diketahui banyak paket yang sudah dan sedang dikerjakan, bahkan ada yang sudah selesai.
Pj.Wali Kota Lhokseumawe, A.Hanan yang dihubungi Wartawan Selasa malam (11/6) berkali-kali tidak merespon panggilan masuk, sedangkan dikonfirmasi melalui WhatsApp, Pj. Wali Kota A.Hanan dan Sekda T.Adnan juga enggan melayani pertanyaan yang dilayangkan wartawan terkait jual beli proyek di Pemko Lhokseumawe.
Para rekanan di Lhokseumawe mengharapkan apa yang kini sedang terjadi di Pemko Lhokseumawe semoga mendapat atensi aparat penegak hukum baik Polda Aceh maupun Kejaksaan Tinggi Aceh.
Kalau persoalan ini dibiarkan dikhawatirkan akan menjadi presiden buruk untuk dunia usaha dan para kontraktor lokal bakal mati pelan-pelan dan terpaksa gigit jari karena tak mampu bayar fee untuk membeli paket dari sang penguasa. (54YU)