Lhoksukon, Harianpaparazzi – Suasana panas terasa di antara 852 mantan anggota Panitia Pengawas Gampong (PPG) yang kini terlantar tanpa kepastian. Mereka yang selama ini bekerja mengawasi jalannya Pemilukada 2024 di Aceh Utara kini menghadapi realitas pahit: honor mereka untuk Januari 2025 tidak dibayarkan. Di satu sisi, hak mereka dicabut. Di sisi lain, BPJS Ketenagakerjaan justru tetap dibayarkan. Sebuah ironi yang mencerminkan carut-marut tata kelola anggaran yang diduga diselewengkan.
Pemberhentian Mendadak Tanpa Transisi
Menurut Zulkifli, salah satu perwakilan dari 852 anggota PPG, pemberhentian mereka hanya disampaikan melalui surat online. Tidak ada transisi, tidak ada pemberitahuan resmi yang diterima secara langsung. Mereka baru mengetahui masa tugas mereka telah berakhir setelah menerima pesan digital dari Panitia Pengawas Pemilihan Kabupaten (Panwaslih) Aceh Utara.
“Kami diberhentikan begitu saja tanpa ada proses transisi. Tapi yang lebih aneh lagi, kenapa BPJS Ketenagakerjaan kami tetap dibayarkan pada Januari 2025, sementara honor kami tidak? Ini bukti bahwa ada permainan dalam hal ini,” ujar Zulkifli saat ditemui di kantor Panwaslih Kabupaten Aceh Utara, Desa Teupin Punti, Senin (24/03/2025).
Dugaan adanya permainan anggaran semakin menguat setelah fakta bahwa bukti amprahan honor sudah dikumpulkan ke pihak sekretariat, namun hingga kini anggaran tidak juga cair. Situasi ini semakin memperjelas adanya maladministrasi yang berpotensi masuk ke ranah hukum.
PPG Tahun Ini Dibuat Tidak Jelas
Berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya, anggota PPG Pemilukada 2024 tidak memiliki kejelasan mengenai kontrak kerja mereka. Jika sebelumnya dalam SK tertulis dengan jelas masa kerja, tanggal mulai, dan tanggal berakhir, tahun ini semuanya abu-abu. Tidak ada transparansi terkait durasi kerja, hanya disebutkan bahwa tugas mereka berlaku hingga Pemilukada selesai.
Ketidakjelasan ini membuka celah bagi pemberhentian sepihak tanpa tanggung jawab dari pihak terkait. Jika honor tersebut tidak segera dibayarkan, maka mantan anggota PPG siap menempuh jalur hukum.
“Panwaslih harus bertanggung jawab karena mereka adalah ‘ayah’ kami dalam tugas ini. Jika mereka dan Bupati Aceh Utara masih menutup mata, maka kami akan turun ke jalan. Kami siap melakukan aksi ke kantor bupati jika kejelasan honor ini tidak segera diberikan,” tegas Zulkifli.
Framing ke Ranah Hukum: Dugaan Penyalahgunaan Wewenang
Dugaan ini dapat dikategorikan sebagai maladministrasi dan penyalahgunaan anggaran negara, yang berpotensi masuk dalam tindak pidana korupsi. Jika benar honor mereka telah dialihkan ke kepentingan lain, maka ini bisa melanggar:
Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang menyatakan bahwa setiap perbuatan yang merugikan keuangan negara dapat dipidana.
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, yang menegaskan bahwa pengelolaan anggaran harus transparan dan akuntabel.
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan, yang menyebutkan bahwa kebijakan administratif yang mengabaikan hak pegawai dapat dikategorikan sebagai tindakan melawan hukum.
Melihat berbagai kejanggalan ini, aparat penegak hukum harus turun tangan. Jika tidak ada transparansi dalam pencairan anggaran, maka patut dicurigai ada pihak yang bermain di belakang layar.
Menanti Keberanian Panwaslih dan Bupati Aceh Utara
Para anggota PPG yang ikut dalam aksi itu juga mengatakan Kini, bola ada di tangan Panwaslih dan Bupati Aceh Utara. Apakah mereka akan menjelaskan secara transparan ke mana anggaran ini mengalir? Ataukah mereka akan tetap diam, berharap skandal ini menguap begitu saja?
Yang pasti, 852 orang sedang menunggu hak mereka, dan rakyat Aceh Utara sedang menunggu kebenaran. (firdaus)
3 Komentar
Katanya Aceh Utara bangkit..tapi bangkit dari tempat tidur..,🤫
mantap sekali terimakasih telah melangsir keluhkesah kami PPG sekabupaten aceh utar
@kpk tolong di usut