Banda Aceh, Harianpaparazzi.com – Ketua Umum Ikatan Pelajar Mahasiswa Aceh Tenggara (IPMAT) Banda Aceh, Sabarudin, mengatakan tidak masalah rencana pencopotan dirinya diduga terkait unjuk rasa. Menurutnya, IPMAT merupakan lembaga mahasiswa yang bertujuan untuk pengabdian dan mengakomodasi kepentingan mahasiswa Aceh Tenggara yang berkuliah di Banda Aceh.
Sabarudin menjelaskan bahwa selama perencanaan unjuk rasa untuk mengungkap fakta tentang salah seorang anggota DPR Aceh Dapil VIII (Aceh Tenggara dan Gayo Lues) berinisial DNA dari Fraksi Demokrat, pihak mahasiswa mengaku mendapat berbagai ancaman dan perlakuan yang tidak menyenangkan.
Selama proses perencanaan unjuk rasa, pihaknya menghadapi berbagai upaya yang dapat membatalkan aksi tersebut, mulai dari adu domba antara senior, junior, dan alumni IPMAT Banda Aceh, hingga rencana pencopotan jabatan Ketua IPMAT Banda Aceh yang diduga direncanakan oleh pihak DPR Aceh Dapil VIII.
“Kami hanya menyuarakan fakta dan kebenaran tentang kondisi salah seorang anggota DPR Aceh Dapil VIII berinisial DNA dari Fraksi Demokrat. Dapil VIII memiliki Forum Bersama (Forbes) yang diketuai oleh Bapak Ali Basrah, Wakil Ketua II DPR Aceh. Namun, upaya kami untuk mengungkap fakta tersebut dihalangi oleh Forbes Dapil VIII,” terang Sabarudin kepada Harianpaparazzi.com, Kamis (13/03/2025).
IPMAT Banda Aceh semakin mempertanyakan integritas Ali Basrah yang diduga mencoba mengintervensi gerakan mahasiswa. Bahkan, Ali Basrah diduga merencanakan pencopotan Ketua IPMAT Banda Aceh jika unjuk rasa tetap dilaksanakan.
“Saya melihat kekompakan Forbes Dapil VIII DPR Aceh begitu kuat. Namun, jika kekompakan itu dijadikan kemufakatan untuk berbuat jahat, itu adalah hal yang zalim. Mereka, sebagai anggota DPR Aceh, memiliki kewenangan dan kekuatan politik. Jika kekuatan itu digunakan untuk hal yang salah, akan sangat mengerikan,” ujar Sabarudin.
Sabarudin juga menceritakan pengalamannya sebagai Ketua IPMAT Banda Aceh. Hanya karena perkara unjuk rasa untuk mengungkap fakta tentang anggota DPR Aceh Dapil VIII berinisial DNA dari Fraksi Demokrat, ia dan rekan-rekannya mendapat berbagai ancaman, bahkan ada yang menakut-nakuti dengan ancaman masuk penjara jika unjuk rasa dilaksanakan.
“Saya melihat ini sebagai sikap pejabat publik yang antikritik. Mereka menyusun kekuatan bersama untuk mengintervensi gerakan mahasiswa. Ini sangat berbahaya bagi kesehatan demokrasi. Ketika kita berbicara sesuai fakta, kita justru berpotensi berada dalam keadaan terancam, baik secara fisik, mental, maupun kepentingan jabatan dalam organisasi pemerintah maupun nonpemerintah,” ucap Sabarudin. (Azhari)