PIDIE || Harianpaparazzi.com – Di atas tanah yang dulu menjadi saksi jeritan, jerat dan siksaan, kini berdiri Memorial Living Park, taman ingatan dan ziarah sejarah. Di Gampong Bili, Kecamatan Glumpang Tiga, Pidie, Kamis (10/7/2025), sejarah dihidupkan kembali. Namun, apakah monumen ini menyembuhkan luka, atau justru membukanya lagi.
Momentum Peresmian
Pemerintah pusat dan daerah resmi membuka Memorial Living Park, arena seluas 7 hektare di bekas lokasi Pos Statis Rumoh Geudong, yang dikenal sebagai salah satu situs paling gelap dalam sejarah DOM di Aceh. Peresmian dihadiri oleh Menko Hukum dan HAM Yusril Ihza Mahendra, Wakil Gubernur Aceh Fadhlullah, Wakil Menteri HAM, dan Wakil Menteri PUPR yang didampingi Akkar Arafat S.STP, M.Si, Kepala Biro Administrasi Pimpinan Setda Aceh
Apa Itu Memorial Living Park
Taman ini tak hanya tempat terbuka, tetapi juga ruang simbolik: masjid, area ziarah, serta tempat edukasi sejarah kelam konflik Aceh. Pembangunan memakan anggaran Rp13,2 miliar, dimulai Oktober 2023 dan rampung Mei 2024.
Janji Pemerintah, Harapan Korban
Wagub Aceh yang juga putra asli Pidie, menyentuh batin publik dengan pengakuannya sebagai saksi langsung kekejaman DOM. Ia mendesak pemerintah pusat menepati janji: kompensasi yang layak bagi korban.
“Saya dan teman-teman waktu itu sering dibariskan TNI. Ini luka yang saya saksikan sendiri. Kompensasi bukan hanya kewajiban hukum, tapi moral,” tegasnya.
Kekecewaan di Akar Rumput
Namun di balik seremoni, muncul suara yang berbeda. Daniel, warga Glumpang Tiga, mengaku skeptis “Untuk apa bangun monumen, Biar anak cucu tahu bagaimana kelamnya negeri ini, Kompensasi pun belum kami rasa,” katanya getir.
Yusril dan Narasi Negara
Menteri Koordinator Bidang Hukum dan HAM, Yusril Ihza Mahendra, menyebut pembangunan ini sebagai langkah konkret pemulihan non-yudisial.
“Pengakuan negara terhadap pelanggaran HAM adalah awal dari pemulihan. Memorial ini simbol bahwa kita tidak ingin mengulang kesalahan itu,” kata Yusril.
Namun ia juga mengingatkan perlunya perawatan dan keberlanjutan, agar memorial ini tidak bernasib seperti banyak monumen sejarah lainnya dibangun megah, lalu ditinggalkan.
Konteks yang Lebih Luas
Presiden Jokowi pada 2023 telah mengakui 12 pelanggaran HAM berat, termasuk tiga di Aceh: Rumoh Geudong, Simpang KKA, dan Jambo Keupok. Tapi pengakuan belum berarti pemulihan total karena luka sosial tak bisa ditambal dengan batu nisan dan prasasti.
Memorial Living Park bukan sekadar taman, ia adalah simbol dari luka yang diminta untuk dikenang, tapi belum sepenuhnya disembuhkan. Pertanyaannya kini: apakah negara hanya membangun ruang, atau juga kesungguhan.**