Menu

Mode Gelap
JMSI Pusat: Opini di Media Bagian dari Kerja Pers, Laporan USK Dinilai Salah Tempat Polres Aceh Utara Bongkar Jaringan Penipuan Konvensional: Modus Jual Nama Polisi hingga Janji PNS Polres Aceh Utara Musnahkan 73 Kg Ganja, Kapolri Tekankan Pelayanan Pro Rakyat Gubernur Aceh Pimpin Upacara Hari Bhayangkara di Blang Padang PTPL Harapan Di antara Janji Direksi Baru Pesawat Charter PT PGE Resmi Mengudara: Dukung Mobilitas Industri Migas Aceh

Aceh

Membongkar kabut status tanah BPN, KPKNL, dan konflik HGB di Lhokseumawe

badge-check


					Membongkar kabut status tanah BPN, KPKNL, dan konflik HGB di Lhokseumawe Perbesar

Lhokseumawe, Harianpaparazzi – Sebuah konflik agraria kembali mencuat di Kota Lhokseumawe. Lahan seluas tiga hektar di Desa Panggoi, Kecamatan Muara Dua, kini dipagari dan telah berdiri bangunan permanen. Status hukum tanah tersebut masih menjadi tanda tanya besar, terutama bagi ahli waris H.M. Amin yang merasa diabaikan oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN) Lhokseumawe.

Saling Klaim dan Janji yang Tak Kunjung Terpenuhi

Murdianyash, ahli waris H.M. Amin, mengaku sudah beberapa kali menyampaikan sanggahan terhadap klaim atas tanah tersebut. Namun, hingga saat ini belum ada kejelasan dari pihak BPN. Kepala BPN Lhokseumawe, Muliadi, sebelumnya berjanji akan mempertemukan Murdiansyah dengan pihak Politeknik Negeri Lhokseumawe (PNL) untuk mencari solusi. Namun, pertemuan yang dijanjikan tak pernah terjadi.

Ketika ditemui, Murdianyash mengungkapkan kekesalannya. Ia mempertanyakan besarnya hutang orang tuanya yang menjadi dasar eksekusi lahan tersebut oleh Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL). Namun, hingga kini belum ada jawaban konkret dari KPKNL.

“Saya sudah dipertemukan dengan pihak PNL, tetapi tidak ada kejelasan. Saya juga menanyakan besarnya hutang orang tua saya kepada KPKNL, namun tidak ada jawaban yang pasti. Jika memang ada hutang, berapa nilainya? Apakah ada putusan pengadilan terkait eksekusi ini?” ujar Murdianyash.

Perspektif Hukum: Eksekusi yang Dipertanyakan

Taufik, S.H., seorang notaris dan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) di Jakarta Selatan, memberikan pandangan hukumnya. Menurutnya, hubungan antara debitur dan kreditur dalam kasus ini adalah hubungan perdata yang diatur dalam perjanjian pinjam-meminjam.

“Jika seorang debitur tidak melunasi hutangnya sesuai tenggat waktu, maka ia dinyatakan wanprestasi. Dalam kondisi seperti itu, aset yang dijadikan jaminan bisa dieksekusi melalui lelang. Namun, jika jumlah hutangnya belum pasti, maka harus ada penetapan dari pengadilan,” jelasnya.

Lebih lanjut, ia menyoroti prosedur eksekusi hak guna bangunan (HGB). Jika HGB telah habis masa berlakunya, prioritas utama perpanjangan atau perubahan hak harus diberikan kepada pemilik sebelumnya atau ahli warisnya.

“Tanah yang memiliki hak lama tidak bisa tiba-tiba beralih ke pihak lain tanpa proses hukum yang jelas. Jika eksekusi dilakukan tanpa lelang yang sah, maka itu bertentangan dengan UU Hak Tanggungan Nomor 6 Tahun 1996. Eksekusi tanpa dasar hukum yang jelas bisa batal demi hukum,” tegasnya.

Penguasaan Tanah: Fakta di Permukaan vs Realitas di Balik Layar

Menariknya, di atas lahan yang dipersoalkan tersebut, pernah berdiri sebuah dayah (pesantren) saat kepemimpinan Wali Kota Suadi Yahya. Hal ini semakin memperumit status lahan karena ada indikasi bahwa aset tersebut telah berpindah tangan secara de facto sebelum ada penyelesaian hukum yang jelas.

Tegas Taufik, Jika benar tanah ini dieksekusi secara tidak sah, maka ada potensi pelanggaran serius dalam prosedur hukum pertanahan. Apakah ini bagian dari permainan mafia tanah? Ataukah ada kelalaian administratif dari pihak BPN dan KPKNL dalam menangani kasus ini?

Menirutnya perkara ini berpotensi ketidakterbukaan informasi publik dalam tata kelola pertanahan. Sejauh ini, BPN dan KPKNL Lhokseumawe belum memberikan penjelasan yang memadai. Masyarakat dan ahli waris berhak mengetahui status hukum tanah ini secara transparan.

Lanjutnyam Jika memang eksekusi dilakukan berdasarkan hutang yang belum jelas, maka ini bisa menjadi preseden buruk bagi tata kelola aset di Indonesia. Sebaliknya, jika ada unsur permainan di balik eksekusi ini, maka perlu ada investigasi lebih lanjut dari pihak berwenang.

Terkait permintaan informasi, Kepala KPKNL Lhokseumawe, Novrizal, menjelaskan bahwa pihak yang ingin memperoleh informasi secara resmi perlu mengajukan permohonan dengan mengisi formulir yang disediakan serta melampirkan identitas diri. “Terkait hal-hal di atas, Bapak bisa bersurat secara resmi ke KPKNL dengan mengisi formulir yang kami sediakan, ditambah identitas,” ujar Novrizal.

Ia menambahkan bahwa bagi pemohon yang merupakan badan hukum, diwajibkan menyertakan bukti pengesahan badan hukum. “Kalau berupa badan hukum, maka perlu bukti pengesahan badan hukumnya. Nanti akan kami jawab secara resmi,” jelasnya.

Ketika ditanya apakah ketentuan ini juga berlaku bagi media, Novrizal menegaskan bahwa prosedur tersebut berlaku untuk semua pihak. “Iya Pak, karena info yang Bapak minta menyangkut informasi yang tidak seluruhnya terbuka untuk publik,” ungkapnya. (firdaus)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Baca Lainnya

Terkendala Biaya, Haji uma dan Bank BSI Serta Khadir Abu Bakar Fasilitasi Pemulangan jenazah Warga Lhokseumawe

6 Juli 2025 - 16:11 WIB

Mengawal Reformasi Birokrasi: Sayuti Abubakar Lantik Pejabat, Tekankan Profesionalisme Tanpa Kompromi

4 Juli 2025 - 23:14 WIB

Pantai Bantayan: Harmoni Laut, Tradisi, dan Cinta pada Warisan Aceh

4 Juli 2025 - 22:29 WIB

Koordinator Satgas PPA Desak APH Tindak Tegas Panglong Kayu Ilegal di Aceh Utara dan Lhokseumawe

3 Juli 2025 - 21:56 WIB

Satgas PPA Siap Kirim Laporan Resmi ke KPK, BPK RI, dan Kejaksaan Agung

2 Juli 2025 - 21:18 WIB

Trending di Aceh