Lhokseumawe, Harianpaparazzi.com – Minggu pagi di Gampong Menasah Blang, aroma khas meugang mulai menyusup dari celah-celah dapur warga. Di antara tenda-tenda kecil dan suara takbir yang mengambang di udara, seekor sapi berbobot hampir 800 kilogram merebah perlahan ke tanah. Suasana hening sejenak. Wali Kota Lhokseumawe, Dr. Sayuti Abubakar, menyaksikan prosesi itu dari jarak dekat. Bukan sekadar menyaksikan, tetapi memastikan, apakah penyembelihan berjalan sesuai syariat? Apakah dagingnya akan sampai ke tangan yang tepat.
Pagi itu, Sabtu (7/6/2025), bukan sekadar rutinitas tahunan. Ada yang berbeda. Ada pesan simbolik di balik daging, ada kepedulian yang mencoba menjangkau mereka yang sering terlewat: masyarakat kecil, di pinggiran kota yang tak selalu terdengar suaranya.
Dari Perusahaan Energi Hingga Istana Negara
Penyembelihan sapi kurban bantuan Mubadala Energy berlangsung di halaman Meunasah Blang, Kecamatan Muara Dua. Bantuan ini bagian dari program Dukungan Keagamaan Idul Adha 1446 H, sebagai wujud tanggung jawab sosial korporasi terhadap komunitas sekitar. Sebelumnya, sapi diserahkan secara simbolis oleh perwakilan Mubadala kepada Wali Kota Lhokseumawe, dan hari itu dikurbankan untuk masyarakat.
Wali Kota Sayuti menegaskan bahwa sinergi seperti ini sangat penting. “Bantuan hewan kurban ini sangat berarti bagi warga. Ini mempererat hubungan antara dunia usaha dan masyarakat,” ujarnya. “Pemerintah, swasta, dan masyarakat harus terus saling dukung agar pembangunan kita benar-benar memberi manfaat luas dan berkelanjutan.”
Tak berhenti sampai di situ. Masih di hari yang sama, Sayuti menyerahkan seekor sapi kurban dari Presiden RI, Prabowo Subianto, kepada pengurus Masjid Syura Kandang. Seekor sapi jenis indukan Brahman hasil inseminasi Belgian Blue yang dibesarkan di Jeulikat, Kecamatan Blang Mangat, menjadi simbol kehadiran negara hingga ke lorong-lorong kota.
“InsyaAllah, daging kurban dari Presiden akan dibagikan kepada warga di empat gampong sekitar masjid: Meunasah Blang, Meunasah Mee, Meunasah Cot Girek, dan Meunasah Mamplam,” kata Sayuti, sambil menatap panitia yang sudah bersiap mengatur distribusi.

Qurban, Kepedulian, dan Rasa Terlibat
Lebaran Iduladha di Aceh bukan sekadar ibadah. Ia adalah ritual yang melibatkan emosi, memanggil kembali kenangan kolektif tentang gotong royong, keadilan sosial, dan solidaritas. Meugang bukan hanya pesta daging, tetapi juga momen ketika yang kuat memberi, dan yang lemah menerima, tanpa merasa direndahkan.
Dalam konteks ini, kehadiran kurban dari pemerintah pusat dan korporasi bukan sekadar angka dan statistik. Ini tentang psikologi masyarakat yang merasa dihargai. Tentang geografi yang tak lagi terpencil. Dan tentang agama yang menjadi ruh pengikat antara mereka yang memerintah dan yang diperintah.
Distribusi yang Adil, Harapan yang Menyala
Pelibatan panitia lokal dalam pembagian daging menegaskan bahwa proses ini tidak berjalan satu arah. Ada kepercayaan yang dibangun. Di Gampong Menasah Blang, daging disalurkan secara merata kepada warga kurang mampu. Di Masjid Syura, proses penyembelihan disaksikan langsung oleh warga, pejabat, dan tokoh gampong.
“Bantuan ini menjadi bukti nyata kolaborasi antara pemerintah pusat dan daerah. Kami berharap sinergi seperti ini terus berlanjut,” tegas Sayuti Abubakar, sembari menyampaikan rasa terima kasih kepada Presiden Prabowo.
Menutup Jarak, Menyatukan Hati
Dalam banyak hal, seekor sapi memang hanya hewan. Tapi di tangan orang yang tepat, ia bisa menjadi jembatan. Jembatan antar kelas sosial, antar wilayah, antar generasi. Dalam peristiwa ini, kurban bukan sekadar penyembelihan, tetapi penyampaian makna. Tentang kepedulian, kehadiran negara, dan keadilan sosial dalam daging yang dibagi rata.
Dan hari itu, di Meunasah Blang dan Syura Kandang, harapan kembali disembelih bersama daging: harapan agar ke depan, setiap Iduladha menjadi lebih bermakna, karena menyasar target, bukan sekadar menyelesaikan kewajiban. (firdaus)