Menu

Mode Gelap
Kasie Propam Polres Lhokseumawe Pimpin Giat Gaktiblin di Polsek Blang Mangat Kebakaran Melanda 10 Unit Ruko Semi Permanen di Aceh Utara Puluhan Jurnalis Pase Gelar Aksi Tolak Revisi RUU Penyiaran Polri siap menyasar jaringan Narkotika perairan Internasional melalui SATPOLAIRUD Kecelakaan Kerja, Basarnas Aceh Evakuasi 1 Orang Crew Kapal Tanker MV. Ocean Virginia Berbendera Panama 10 Rumah di Bener Meriah Ludes Dilalap “si Jago Merah”

News

Disinformasi Menjadi Salah Satu Tantangan Serius bagi Masyarakat di Era Post-Truth

badge-check


					Disinformasi Menjadi Salah Satu Tantangan Serius bagi Masyarakat di Era Post-Truth Perbesar

Yogyakarta, harianpaparazzi.com — Dosen Prodi Ilmu Komunikasi Universitas Mercu Buana Yogyakarta (UMBY), Dr. St. Tri Guntur Narwaya, M.Si, mengingatkan pentingnya cara berpikir lebih kritis dan reflektif untuk menghadapi tantangan disinformasi.

Menurutnya, disinformasi tidak cukup ditangkap sebagai problem komunikasi yang sifatnya teknis dan instrumentalistik. Disinformasi sejatinya adalah mengakar pada watak inhern manusia sendiri.

“Watak ketergantungan akan teknologi, sempitnya lanskap dan ruang perpsektif serta interaksi sosial yang sempit lebih akan mempermudah potensialitas disinformasi akan muncul. Disinformasi akan mudah masif diterima dan diyakini sebagai kebenaran, karena ditunjang dengan watak dasar manusia yang malas untuk mengembangkan refleksivitas cara berpikir yang kritis,” ungkap Guntur Narwaya dalam seminar yang digelar Lembaga Pers Mahasiswa POROS Universitas Ahmad Dahlan (UAD) Yogyakarta, yang berlangsung di Hall Utama Kampus 4 UAD.

Dalam keterangan pers Humas UMBY, Rabu (4/12/2024), Guntur Narwaya menjelaskan situasi ‘burnout’ sangat berelasi dengan hadirnya banyak fenomena disinformasi.

“Banyak aspek kondisi post-truth sendiri. Hilangnya banyak batas antara kebenaran dan manipulasi membuat masyarakat dihadapkan pada fenomena ketidakpastian dan mengaburnya pegangan atas jaminan kebenaran,” ujar Guntur.

Dosen ilmu komunikasi UMBY ini mengatakan, seseorang bisa saja secara psikis dan emosional akan merasakan tekanan keletihan justru bukan karena semata beban kerja, melainkan justru karena manusia kehilangan makna hidupnya, karena watak ketergantungannya pada teknologi digital, yang pada akhirnya menyebabkan keletihan secara psikis dan emosional.

Ia menekankan aspek fundamental penting soal sikap kebutuhan seseorang untuk memiliki ‘silent time’ semacam sikap menjaga jarak untuk lebih reflektif dan kritis dalam memaknai realitas sesuatu.

“Dengan kebiasaan ‘reflektif’ ini sesorang tentu saja tidak akan mudah hanyut dan larut dalam berbagai problem informasi yang bisa jadi justru bermasalah dan jauh dari kebenaran” ucapnya.

Topik seminar diskusi ini mengangkat tentang disinformasi yang menjadi salah satu tantangan serius bagi masyarakat di era post-Truth.

Sementara dalam sub topik lain, Dilla Sekar Kinari, mahasiswa Pendidikan Psokologi UAD memberi beberapa pembahasan mengenai problem krusial anak muda yang sering terjadi yakni tentang fenomena ‘burnout’, yakni kondisi keletihan secara psikis dan emosional karena beban aktifitas kerja tertentu.

Dalam pandangan Dilla, ‘burnout’ akan muncul saat seseorang mengalami sebuah kondisi keletihan tidak hanya fisik namun juga mental dan emosional.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Baca Lainnya

Komisi IV DPR RI Firman Subagyo: Badan Pangan Nasional Fokus Mengkampanyekan Diversifikasi Pangan, Sehingga Konsumsi Beras Bisa Dikurangi

4 Desember 2024 - 21:47 WIB

Banjir Bandang Terjang Sukabumi, Polri Evakuasi Ibu dan Bayi dari Gang Sempit

4 Desember 2024 - 18:21 WIB

Pensiunan Guru Matematika Mbah Melan, Terima Hadiah Rp100 Juta dan Umroh Gratis

4 Desember 2024 - 18:01 WIB

Kontroversi Kenaikan Pajak 12 Persen, Pemerintah Diminta Siapkan Skema Melindungi Kalangan Menengah

4 Desember 2024 - 15:51 WIB

Dukung Asta Cita Presiden Prabowo, Bripka Agus Salim Bantu Petani di Lombok Timur

4 Desember 2024 - 15:23 WIB

Trending di News