Menu

Mode Gelap
Pencurian Rokok Lintas Provinsi Terbongkar Sindikat “Spesialis Gudang Nikotin” di Aceh – Sumut Misteri Penembakan Muhammad Nasir di Alue Lim: Utang Piutang dan Modus Terencana Pelaku Harga Emas di Aceh Utara “memanas” Miris, Bocah 13 Tahun Dirudapaksa Ayah Kandung di Dalam Rumah Sendiri BREAKING NEWS: Gubernur Riau Terjaring OTT KPK, Kadis PUPR Ikut Diamankan Wartawan Paparazzi di Lhokseumawe Diancam, PWI Ambil Langkah Hukum

Aceh

Bupati Ultimatum PT. PN Cot Girek: Dua Bulan Selesaikan Kisruh Lahan Sawit atau Warga Bebas Kuasai Lahan

badge-check


					Bupati Ultimatum PT. PN Cot Girek: Dua Bulan Selesaikan Kisruh Lahan Sawit atau Warga Bebas Kuasai Lahan Perbesar

Lhoksukon, Harianpaparazzi.com – Kisruh lahan perkebunan sawit di PT. Perkebunan Nusantara I (PTPN I) Cot Girek, Aceh Utara, memasuki babak genting. Ratusan warga yang tergabung dalam Aliansi Masyarakat Tani Aceh Utara masih bertahan menduduki lahan perusahaan hingga hari ke-12, menuntut kejelasan hak atas tanah yang mereka klaim sebagai milik warisan keluarga.

Aksi pendudukan lahan di kawasan Cot Girek, Rabu (8/10), kembali memanas setelah masyarakat menuding Bupati Aceh Utara, Ismail A. Jalil atau yang akrab disapa Ayah Wa, berpihak kepada perusahaan. Dalam orasi di Simpang Buket Kramat, perwakilan massa, Beny, menegaskan bahwa pemerintah daerah tidak memberi ruang dialog terbuka antara warga dan pihak PT. PN.

Massa mendesak Bupati untuk segera merealisasikan tujuh poin petisi yang mereka ajukan dan menolak meninggalkan lahan sebelum ada keputusan konkret. “Kami tidak akan mundur selangkah pun sebelum hak kami diakui,” tegas Beny di hadapan ratusan warga.

Menanggapi situasi itu, Bupati Ismail A. Jalil meminta waktu dua bulan untuk menuntaskan sengketa lahan sawit antara masyarakat dan perusahaan. Ia berjanji, jika dalam jangka waktu tersebut persoalan tidak selesai, dirinya akan berpihak penuh kepada masyarakat.

“Kalau dua bulan tidak selesai, silakan warga menduduki lahan itu, bahkan dirikan meunasah di sana. Saya akan berdiri di belakang rakyat,” ujar Ayah Wa tegas di hadapan massa.

Bupati juga meminta Kapolres Aceh Utara, AKBP Trie Aprianto, untuk memastikan keamanan warga selama proses penyelesaian. “Jangan ada yang sentuh masyarakat saya,” katanya disambut sorak dukungan warga.

Selama dua bulan itu, pemerintah daerah akan melakukan pengukuran ulang terhadap lahan HGU milik PT. PN Cot Girek yang selama ini diklaim mencapai 15 ribu hektar, sementara data resmi menunjukkan hanya 7.500,6 hektar. Bupati memerintahkan agar biaya pengukuran dibebankan sepenuhnya kepada perusahaan.

Selain itu, pemerintah juga akan mengeluarkan sejumlah fasilitas umum seperti kantor camat, sekolah, pesantren, dan mesjid dari status HGU untuk dialihkan menjadi milik pemerintah daerah.

Kapolres Aceh Utara, AKBP Trie Aprianto, memastikan dukungan penuh terhadap keputusan Bupati dan mengingatkan bahwa pengajuan HGU bukan proses yang singkat. “Pemda bukan penentu kebijakan akhir. Kita akan kawal bersama, tapi semua ada mekanisme hukumnya,” ujarnya.

Sementara itu, Humas PTPN I, M. Febriansyah, ST, MM, menyatakan perusahaan siap mengikuti proses pengukuran ulang sesuai prosedur hukum. Ia menegaskan bahwa PTPN I tidak pernah memperluas lahan hingga 15 ribu hektar seperti yang dituduhkan.

“Data kami berdasarkan sertifikat HGU Nomor 10 Tahun 1996 dengan luas 7.500,6 hektar. Kami siap transparan, siap mengeluarkan lahan fasilitas umum dari HGU bila memang terbukti berada dalam wilayah tersebut,” jelas Febri.

Menurut Febri, akibat pendudukan lahan oleh warga selama 12 hari terakhir, perusahaan menanggung kerugian lebih dari Rp3 miliar, atau sekitar seribu ton buah sawit yang gagal dipanen.

Sementara tokoh masyarakat, Abu Sulaiman, menyebut masyarakat tak sanggup lagi menunggu dua bulan. “Kami sudah menunggu 40 tahun. Dua bulan itu terlalu lama,” katanya dengan nada getir.

Konflik lahan antara masyarakat dengan PTPN I Cot Girek bukan sekadar sengketa administratif. Ia mencerminkan ketimpangan pengelolaan lahan di Aceh Utara yang melibatkan dimensi hukum, sosial, dan psikologis.

Secara geografis, wilayah ini menjadi penopang ekonomi utama masyarakat lewat perkebunan. Secara psikologis, konflik ini memunculkan trauma kolektif akibat ketidakpastian kepemilikan tanah yang diwariskan turun-temurun.
Dari sisi hukum, tumpang tindih data HGU dan klaim masyarakat menunjukkan lemahnya koordinasi antara BPN dan pemerintah daerah.

Kini, harapan warga bertumpu pada janji Bupati yang menyatakan siap menjadi penengah sekaligus penanggung jawab penyelesaian kisruh ini. Namun, jika dalam dua bulan tak juga ada hasil konkret, konflik Cot Girek bukan tak mungkin berubah menjadi simbol perlawanan baru masyarakat terhadap kebijakan lahan yang dinilai tidak adil. (firdaus)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Baca Lainnya

Alumni Tanoh Mirah Nilai Tertinggi, Tapi Gagal Jadi Komisioner Baitul Mal Aceh

13 November 2025 - 17:23 WIB

Puskesmas Geureudong Pase Terfavorit I, Fasilitas Lain Masih “Mati Suri” di Tengah Hari Kesehatan Nasional

12 November 2025 - 11:36 WIB

Pencurian Rokok Lintas Provinsi Terbongkar Sindikat “Spesialis Gudang Nikotin” di Aceh – Sumut

11 November 2025 - 00:15 WIB

Harga pangan di Pasar Rakyat Geudong meningkat

10 November 2025 - 16:34 WIB

Polres Aceh Tenggara Gelar Upacara Peringatan Hari Pahlawan Sekaligus Beri Penghargaan Tiga Pilar Desa Kutarih

10 November 2025 - 13:07 WIB

Trending di Aceh