LHOKSEUMAWE, Harianpaparazzi.com – Kasus dugaan penyanderaan konsumen oleh FIF Finance Lhokseumawe menimbulkan gelombang kemarahan publik. Koordinator Satgas Percepatan Pembangunan Aceh (PPA), Tri Nugroho Panggabean, mengecam keras tindakan menahan konsumen hingga 16 jam. Ia menegaskan, perbuatan itu bukan sekadar pelanggaran etika bisnis, tetapi telah masuk ranah pidana dan pelanggaran hak asasi manusia.
“Ini tindakan keji. Pasal 333 ayat (1) KUHP sudah jelas: siapa pun yang merampas kemerdekaan orang lain bisa dipidana hingga delapan tahun. Jangan berlindung di balik alasan penagihan, ini jelas penyanderaan!” tegas Tri dengan nada meninggi, Kamis (25/9/2025).
Ia juga menegaskan, praktik semacam ini bertentangan dengan Pasal 4 UU HAM, yang menjamin hak hidup, hak kebebasan pribadi, dan hak untuk tidak diperbudak. “Tidak ada satu pun aturan hukum yang mengizinkan perusahaan memperlakukan konsumen layaknya tahanan. Ini bukan hanya melanggar hukum, tapi merendahkan martabat manusia,” ujarnya.
Tri Nugroho mendesak aparat penegak hukum agar tidak tinggal diam. “Polisi dan jaksa harus turun tangan. Jika dibiarkan, praktik seperti ini akan terus berulang. Jangan tunggu ada korban berikutnya,” katanya lantang.
Ia juga menekankan peran Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK), yang secara hukum berwenang menangani sengketa konsumen di luar pengadilan. “BPSK wajib hadir! Ini momentum untuk menunjukkan bahwa BPSK benar-benar menjadi benteng perlindungan masyarakat dari praktik leasing yang sewenang-wenang,” seru Tri.
Tri juga mendesak OJK agar melakukan evaluasi serius. “Kalau terbukti bersalah, jangan ragu mencabut izin operasional FIF. Negara tidak boleh membiarkan rakyat kecil diperlakukan seperti budak di tanahnya sendiri,” tegasnya lagi.
Seorang konsumen, Muhammad Reza, warga Lhoksukon, menceritakan penderitaannya. Ia dijemput debt collector pada Rabu (24/9/2025) malam, lalu dibawa ke kantor FIF Finance Lhokseumawe.
“Saya tidak boleh pulang. Mereka paksa saya tidur di mushalla kantor. Ibu saya datang membawa uang Rp8 juta lebih untuk bayar tunggakan, tapi ditolak. Rasanya saya diperlakukan bukan sebagai manusia, tapi seperti tawanan,” ungkap Reza dengan suara bergetar.
Situasi baru mereda setelah LSM Cakra turun tangan dan membawa persoalan ini ke Polsek Banda Sakti.
Kepala FIF Group Lhokseumawe, M. Reza Fahlevi, menolak memberikan komentar saat dikonfirmasi. Hingga kini, pihak perusahaan belum memberi penjelasan resmi.
Kasus ini membuat publik bereaksi keras. Banyak pihak mendesak agar penegakan hukum benar-benar dijalankan demi memberi efek jera.
Tri Nugroho menutup keterangannya dengan seruan keras: “Diam berarti berpihak pada pelaku. Aparat, OJK, dan BPSK harus hadir. Jangan biarkan rakyat terus jadi korban. Hukum ada untuk melindungi, bukan untuk dipermainkan.”( tim)