Lhokseumawe, Harianpaparazzi.com — Tidak semua pahlawan memakai seragam. Sebagian datang dengan hati tulus dan tekad yang kuat seperti Mutia Sari, ST, MSM, seorang perempuan asal Lhokseumawe yang selama 12 tahun terakhir menggunakan mobil pribadinya untuk mengantar pasien rujukan dan anak-anak yatim piatu ke berbagai daerah, tanpa pernah meminta imbalan.
Meski bukan pegawai Dinas Sosial atau Dinas Kesehatan, Mutia menganggap membantu sesama adalah panggilan nurani. “Menolong orang yang sedang kesusahan itu kewajiban moral. Saya hanya ingin bisa bermanfaat,” ujarnya dengan senyum hangat.
Setiap kali ada warga yang harus dirujuk ke Banda Aceh atau bahkan ke Medan, Mutia siap mengantar. Tak jarang, ia menyetir sendiri tengah malam menembus perjalanan ratusan kilometer demi memastikan pasien sampai dengan selamat. Semua biaya — mulai dari bahan bakar hingga perawatan mobil — berasal dari kocek pribadinya.
“Mobil yang saya pakai ini mobil pribadi. Dulu saya harus rental dengan biaya minimal Rp700 ribu per hari karena tidak ada yang mau disewa harian. Alhamdulillah, akhirnya Allah kasih saya mobil sendiri,” cerita Mutia sambil tersenyum.
Namun, kini mobil yang telah menemaninya selama satu dekade itu mulai tidak layak pakai. Pintu sudah macet, dan AC-nya berbunyi seperti “pesawat mau mendarat”. Meski demikian, Mutia tetap berusaha sabar. Ia bahkan sudah melayangkan proposal bantuan ke berbagai pihak seperti DPRA Komisi IV, Gubernur Aceh, Wali Nanggroe, Wali Kota Lhokseumawe, Bank Aceh, Dinas Kesehatan, hingga PT Pupuk Iskandar Muda (PIM). Sayangnya, hingga kini belum ada tanggapan.
Mutia tidak berharap banyak, hanya ingin bisa memiliki ambulans mini agar kegiatan sosialnya lebih maksimal. Dengan kendaraan khusus, pasien yang harus berbaring tidak perlu lagi menempati bangku mobil yang dilipat-lipat. Selain itu, beberapa pasien juga membutuhkan tabung oksigen yang selama ini harus dipinjam dari puskesmas.
“Saya tidak minta mobil baru, cukup yang bisa digunakan untuk kegiatan sosial ini. Saya ingin nantinya ada orang lain yang bisa menggantikan saya menyetir karena usia saya sudah lanjut,” tutur Mutia.
Selain mengantar pasien, Mutia juga rutin membantu anak-anak yatim piatu yang membutuhkan tempat tinggal dan pendidikan. Baru-baru ini, ia mengantar Safira, siswi kelas 2 SMP, ke Panti Aneuk Nanggroe Dinas Sosial Aceh di Banda Aceh. Ia juga membawa Ikram, anak yatim piatu dari Lhokseumawe, ke Joel Bungalow Banda Aceh untuk bekerja paruh waktu sambil melanjutkan sekolah. Biaya pendidikannya kini ditanggung oleh pemilik tempat tersebut.

Tidak berhenti di situ, Mutia dan relawannya juga kerap menyalurkan bantuan kemanusiaan berupa Al-Qur’an, kitab, sembako, pakaian layak pakai, dan nasi kotak ke berbagai daerah.
“Semua saya lakukan karena ini jalan kebaikan. Saya yakin Allah selalu kasih rezeki untuk melanjutkannya,” ucap Mutia dengan mata berkaca-kaca.
Perjuangan Mutia adalah cerminan bahwa kepedulian tidak harus menunggu jabatan atau kekuasaan. Ia membuktikan bahwa satu hati tulus bisa menjadi harapan bagi banyak orang. (dani)







