Penulis: Aliya Ramadani & Amelia Putri
(Mahasiswi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muslim Nusantara Al Washliyah)
Pendidikan karakter adalah proses pembelajaran yang bertujuan untuk mengembangkan nilai-nilai moral, etika, dan kepribadian yang lebih baik. Tujuan utama pendidikan karakter ialah untuk membentuk individu yang berintegritas, mampu membuat keputusan sendiri, dan bertanggung jawab.
Integritas merupakan kualitas atau karakter seseorang yang menunjukkan konsistensi antara perbuatan, perkataan, tindakan, nilai, dan prinsip yang dipegangnya, berupa tanggung jawab, kejujuran, konsistensi, dan ketaatan pada etika.
Berikut beberapa contoh peran orang tua, guru, dan masyarakat dalam membentuk generasi yang berintegritas:
Peran Keluarga
Pendidikan memiliki peran penting dalam pembentukan karakter anak. Tentu saja, banyak aspek bagaimana proses pendidikan tersebut mampu mempengaruhi pembentukan karakter pada anak. Dari semua aspek yang mempengaruhi tersebut adalah lingkungan keluarga. Keluarga merupakan aspek paling substansial dalam proses pembentukan karakter anak. Keluarga adalah lingkungan hidup yang paling awal, di mana seseorang berhubungan dengan anggota keluarganya sejak lahir sampai wafat.
Secara utilitas, di tengah keluarganya, anak berusaha untuk mengenal berbagai macam nilai dan norma yang ada di lingkungannya. Keluarga memberikan pengaruh sekaligus membentuk watak dan kepribadian anak tersebut. Oleh karena itu, keluarga dikatakan sebagai unit sosial terkecil yang memberikan dasar bagi perkembangan anak (Soekanto, 2012).
Di sinilah anak pertama kalinya memperoleh pengalaman dan sentuhan pendidikan, baik secara fisik maupun secara moral spiritual, yang pada gilirannya pengalaman-pengalaman itu akan sangat mewarnai corak kehidupan kepribadiannya di masa-masa selanjutnya. Karena segala sesuatu yang pernah dialami oleh anak semasa kecil (dalam kandungan) akan tertanam di dalam jiwanya (rohaninya) sedemikian kuat (Bawani, 2013).
Sebagaimana pernyataan dari John Locke, seorang filsuf Inggris, ia mengungkapkan dengan teorinya yaitu “tabula rasa” bahwa anak kecil itu ibarat sebuah ‘kertas kosong’ yang membutuhkan lingkungan untuk mengisi dan mewarnainya. Oleh karena itu, dapat diterangkan bahwa bagaimanapun lingkungannya tentunya mempunyai pengaruh terhadap pembentukan karakter anak. Adapun lingkungan keluarga merupakan komponen yang terdiri dari seorang ayah dan ibu, yang mana keduanya mempunyai peran yang sangat menentukan dan signifikan dalam proses pembinaan, pendidikan, dan pembentukan karakter anak sejak dini.
Dewasa ini masih banyak yang belum paham pentingnya peran keluarga dalam membentuk karakter anak. Fenomena ini bisa dilihat dari bergesernya nilai dan norma dalam berkeluarga. Orang tua cenderung apatis dengan perkembangan anaknya, misalnya orang tua yang sibuk dengan pekerjaannya sehingga tidak mempunyai waktu untuk sekedar melihat perkembangan anak. Orang tua berpendapat bahwa ketika mencari uang dan dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan anak itu sudah lebih dari cukup, padahal yang dibutuhkan anak bukan hanya pemenuhan kebutuhan fisik, tetapi lebih kepada pemberian kasih sayang melalui pendampingan psikologis (Ritzer, 2004).
Dampak yang paling mengkhawatirkan jika orang tua enggan dan apatis dalam proses membentuk karakter anak yaitu terjadinya dekadensi moral. Anak akan melakukan hal-hal yang negatif akibat pengaruh dari lingkungan luar. Dari sinilah peran keluarga bekerja, di mana keluarga mampu memberikan feedback atau respons ketika anak melakukan hal-hal yang bertentangan dengan norma di dalam keluarga dan masyarakat.
Di samping itu, keluargalah (orang tua) yang memberikan tanggung jawab rasa aman, damai, tenang, dan nyaman pada anak. Demikianlah anak akan merasakan harmonisasi pada sebuah keluarga, dan memperoleh kasih sayang dan perhatian dari orang tuanya sesuai yang diharapkannya.
Dari deskripsi di atas dapat dikonklusikan bahwa keluarga dalam membentuk karakter anak mempunyai peranan yang sangat penting. Sudah barang tentu baik dan buruknya karakter anak tergantung bagaimana orang tua dalam mendidiknya. Jika orang tua mampu menginternalisasi nilai-nilai kebaikan dalam diri anak maka anak tersebut akan memiliki karakter yang baik pula. Adapun jika orang tua tidak mampu menginternalisasi nilai-nilai kebaikan pada diri anak maka kemungkinan besar anak tersebut menjadi anak yang tidak memiliki karakter yang baik.
Demikianlah bagaimana kasih sayang dan perhatian orang tua dapat memberikan pengaruh secara psikologis pada anak. Tidak hanya berkaitan dalam pembentukan karakter saja, tetapi juga dapat memberikan kesehatan jiwa dan mental pada anak. Karena bagaimanapun juga pembentukan karakter itu akan berhasil jika anak memiliki kesehatan jiwa dan mental yang baik.
Pandangan tentang keluarga haruslah merupakan bagian dari lingkungan pendidikan yang mempunyai pengaruh sangat besar dalam membina kepribadian, sebab di dalam keluarga memberikan pendidikan dasar berkenaan dengan keagamaan dan budaya. Kedudukan keluarga sebagai salah satu lembaga pendidikan pertama bagi anak sangatlah penting bagi kelangsungan pendidikan generasi muda dan menjamin berlangsungnya proses pendidikan dan pembentukan perilaku yang sesuai dengan nilai karakter yang ada di dalam masyarakat.
Peranan pendidikan keluarga adalah agar generasi penerus memiliki bekal dalam mempersiapkan perkembangannya kelak dalam kehidupan bermasyarakat. Sebab, pada dasarnya manusia mempunyai keinginan untuk meningkatkan dan mengembangkan potensi sesuai dengan nilai karakter yang tumbuh bersama masyarakat.
Implikasi nyata dalam kehidupan bahwa keberhasilan pendidikan karakter bukan terletak pada pendidikan di sekolah saja, namun yang lebih utama adalah terletak pada proses pendidikan dalam keluarga, karena anak lebih mempunyai banyak waktu berinteraksi dengan orang tua dibanding dengan guru di sekolah. Dengan makna lain, orang tua adalah guru pertama yang memperkenalkan anak atas keindahan dunia ini. Tak bisa dielakkan bahwa orang tua merupakan inspirasi utama bagi seorang anak. Berikut beberapa cara maupun strategi yang perlu dilakukan orang tua supaya dimensi karakter yang baik dapat tercipta.
- Tidak Membandingkan Anak
Setiap anak berbeda satu sama lain. Setiap anak pasti memiliki kelebihan dan kekurangan, dan sebagai orang tua, orang tua harus memperhatikan keduanya. Bukan cuma fokus pada kekurangan anak saja, tetapi berikan pujian kepada anak mana yang harus ditingkatkan dan mana yang harus diubah. Dengan begitu, anak akan terlihat percaya diri setiap harinya. Misalnya, ada anak yang memiliki kelebihan di bagian kecerdasan intelektual dan ada anak yang memiliki kelebihan di bidang kecerdasan keterampilan. Orang tua jangan suka membanding-bandingkan antara keduanya tersebut, namun selalu berikan dukungan-dukungan kecil agar anak menjadi semakin percaya diri lagi. - Biarkan Anak Bermain
Banyak orang tua berpikir bermain adalah sesuatu yang buruk bagi anak. Memang benar jika bermain terlalu sering berdampak buruk bagi anak, namun memberikan anak kesempatan untuk sesekali bermain, memilih berteman, serta memberikan sedikit kebebasan pada anak juga dapat melatih kecerdasan emosional anak, bahkan dapat menumbuhkan dimensi karakter anak dengan baik. Dengan bermain, seorang anak dapat belajar menemukan karakter di dalam dirinya. Contohnya, dengan bermain dapat melatih kemampuan sosial anak, membangun kebiasaan motorik halus dan motorik kasar, serta memupuk karakter anak. Sehingga, ketika anak bermain, anak juga akan mencoba belajar bagaimana cara menciptakan sesuatu dan mencoba menyelesaikan kemampuan dalam memecahkan masalah. - Memberikan Contoh
Orang tua bisa menjadi contoh serta ikut berperan dalam keseharian anak. Biasanya, anak pada usia dini sangat suka mengikuti perbuatan, perkataan, dan perilaku orang dewasa. Selain itu, orang tua dapat memberikan contoh yang positif agar anak bisa meniru atau mengikuti perilaku yang baik. - Biarkan Anak Bebas Menjadi Dirinya Sendiri
Tips yang terakhir adalah membentuk karakter anak dengan cara membiarkan anak menjadi dirinya sendiri. Biarkan anak mencoba mengeksplorasi dirinya sendiri. Seperti kasus yang sering terjadi, orang tua membatasi keinginan atau impian anak dan harus menuruti semua kehendak orang tuanya. Secara tidak sadar, orang tua telah membatasi anak untuk berkarakter. Oleh sebab itu, orang tua sebaiknya tidak memaksakan kehendaknya dan mulai mengizinkan anak untuk berkembang.
Peran Orang Tua yang Paling Mendasar adalah Membentuk Karakter Anak sebagai Bekal Hidup
Tidak ada pilihan lain, pendidikan karakter harus dilaksanakan di dalam lingkungan keluarga, karena keluarga merupakan sumber utama dan pertama bagi anak untuk memperoleh, membentuk, serta mengembangkan karakter. Proses pendidikan karakter anak dalam keluarga dapat dilakukan oleh orang tua tanpa harus mempunyai gelar khusus, sekolah, atau training khusus karena pendidikan di dalam keluarga berlangsung secara alami tanpa direkayasa. Ada beberapa cara yang dapat diterapkan orang tua untuk melaksanakan pendidikan karakter bagi anak yaitu dengan menggunakan beberapa cara antara lain keteladanan, pembiasaan, nasehat, dan hukuman serta motivasi terhadap anak.
Peran Guru
- Menerapkan nilai-nilai karakter dalam pembelajaran akademis seperti kejujuran saat ujian, kerjasama pada tugas kelompok, dan disiplin mengerjakan tugas.
- Mengajarkan siswa tentang tanggung jawab, toleransi, dan menghormati melalui interaksi di kelas.
- Mendukung perkembangan moral dan emosional siswa untuk menjadi pribadi yang lebih baik.
- Memberikan motivasi yang baik kepada mereka.
Peran Masyarakat
- Menerapkan nilai-nilai solidaritas, kebersamaan, dan tolong menolong.
- Menerapkan kerja sama, rasa hormat, dan kepedulian terhadap sesama melalui kegiatan sosial atau keagamaan, kerja bakti, dan festival budaya.
- Adanya seseorang yang menjadi inspirasi bagi anak-anak setempat dalam berperilaku baik.
- Menyediakan akses informasi yang mendidik.
Penyebab Pentingnya Pendidikan Karakter dalam Membentuk Integrasi di Era Digital
- Untuk mencegah penyalahgunaan teknologi.
- Mengurangi plagiarisme dan pelanggaran etika akademik.
- Menghadapi globalisasi nilai dan budaya.
- Mengembangkan tanggung jawab di dunia digital.
- Melawan informasi palsu atau hoax.
Pada masa sekarang, pendidikan karakter sudah tidak terlalu banyak diperhatikan karena perkembangan era digital itu sendiri, juga karena peran orang terdekat yang tidak mengevaluasi generasi muda. Orang tua yang sedari dini memberikan handphone kepada anaknya, guru yang tidak dibolehkan menegur siswa yang melakukan kesalahan, juga masyarakat yang tidak memperdulikan masyarakat lain.
Berikut ini adalah alasan kurangnya integritas pendidikan karakter di era digital:
- Akses informasi yang tidak terkontrol, seperti kurangnya literasi digital sehingga mudah termakan hoax.
- Tanpa adanya pengawas langsung, banyak orang yang merasa aman untuk bertindak di luar batas-batas integritas yang biasanya mereka pegang di dunia nyata.
- Godaan instant gratification (kepuasan instan), di mana orang mencari solusi cepat atau hasil instan tanpa memikirkan proses atau kerja yang diperlukan.
- Kurangnya pengawasan dan pengarahan terkait penggunaan teknologi yang menyebabkan anak atau remaja tidak mendapatkan pedoman moral yang kuat dalam bersikap di dunia maya.
- Kurangnya pemahaman bahwa tindakan di dunia maya dapat berdampak serius pada kehidupan nyata, baik bagi diri sendiri maupun orang lain.
- Kurangnya penekanan pada pendidikan karakter di sekolah.
- Kurangnya pemahaman akan konsekuensi jangka panjang dari tindakan terintegrasi di dunia digital.
- Tekanan sosial dan kompetisi yang semakin ketat baik di dunia pendidikan maupun pekerjaan yang mendorong orang mengorbankan integritas demi mencapai hasil yang cepat.
Mengatasi Kurangnya Integritas dalam Pendidikan Karakter di Era Digital
Mengatasi penyebab kurangnya integritas dalam pendidikan karakter di era digital memerlukan strategi yang komprehensif, melibatkan berbagai pihak seperti orang tua, guru, sekolah, pemerintah, dan masyarakat. Berikut adalah beberapa cara untuk mengatasi masalah ini:
- Meningkatkan Literasi Digital dan Pengajaran Etika Digital: Selain keterampilan teknis, penting untuk menekankan nilai-nilai etika dalam menggunakan teknologi, seperti kejujuran dalam penggunaan informasi, menghargai hak cipta, dan tidak terlibat dalam plagiarisme.
- Membimbing Penggunaan Teknologi secara Bertanggung Jawab: Sekolah dan lembaga lain bisa menyediakan pelatihan bagi orang tua untuk membantu mereka mengawasi dan memahami aktivitas digital anak-anak mereka.
- Menanamkan Pentingnya Integritas di Pendidikan: Kurikulum Pendidikan Karakter yang Kuat: Sekolah harus mengintegrasikan pendidikan karakter yang berfokus pada nilai-nilai integritas, kejujuran, dan tanggung jawab ke dalam semua mata pelajaran.
- Memanfaatkan Teknologi untuk Memantau dan Mendorong Integritas: Sekolah dan universitas bisa menggunakan teknologi, seperti perangkat lunak anti-plagiarisme, untuk memeriksa tugas siswa dan memastikan bahwa mereka menulis karya mereka sendiri.
- Meningkatkan Kesadaran akan Jejak Digital dan Dampaknya: Pendidikan tentang Jejak Digital: Siswa perlu diajari tentang konsep jejak digital. Pelatihan tentang Privasi dan Keamanan Online: Orang tua dan sekolah harus mengajarkan pentingnya menjaga privasi online.
- Mendorong Kolaborasi antara Orang Tua, Sekolah, dan Masyarakat: Kemitraan antara Sekolah dan Orang Tua: Sekolah dan orang tua harus bekerja sama dalam membangun karakter anak-anak.
- Memanfaatkan Teknologi untuk Memantau dan Mendorong Integritas: Platform Anti-Plagiarisme: Sekolah dan universitas bisa menggunakan teknologi. Sekolah dan organisasi bisa menciptakan sistem penghargaan yang memberikan apresiasi kepada siswa yang menunjukkan perilaku etis dan integritas.
Kesimpulan
Keluarga mempunyai peran yang besar dalam memberikan pengaruh terhadap pembentukan kepribadian anak. Memang benar ada lingkungan di luar keluarga yang juga mampu mempengaruhi kepribadian anak, tetapi pengaruh tersebut tidak sebesar pengaruh keluarga. Baik dan buruknya karakter anak tergantung pada bagaimana orang tua mendidiknya. Jika orang tua mampu menginternalisasi nilai-nilai kebaikan dalam diri anak, maka anak tersebut akan memiliki karakter yang baik pula. Adapun jika orang tua tidak mampu menginternalisasi nilai-nilai kebaikan pada diri anak, maka kemungkinan besar anak tersebut menjadi anak yang tidak memiliki karakter yang baik.
Mengatasi kurangnya integritas dalam pendidikan karakter di era digital memerlukan pendekatan menyeluruh yang melibatkan pendidikan literasi digital, pengajaran etika, keteladanan dari figur publik, serta kolaborasi antara sekolah, orang tua, dan masyarakat. Dengan pendekatan ini, generasi muda dapat diajarkan untuk tidak hanya memahami teknologi, tetapi juga menggunakannya dengan integritas, tanggung jawab, dan kesadaran etis. *