Lhokseumawe, Harianpaparazzi.com – Ironi di tengah kota. Di balik gedung-gedung megah dan proyek mercusuar, masih berdiri rumah berdinding triplek dan beralas tanah. Kini, 50 unit rumah layak huni akan dibangun melalui kerja sama Pemerintah Kota Lhokseumawe dan Yayasan Islamic Relief Indonesia (YRII) bagi warga duafa yang selama ini tak terdengar suaranya.
Prosesi penandatanganan nota kesepahaman (MoU) dilakukan di kantor pusat YRII, Pancoran, Jakarta Selatan, Selasa (22/7/2025). Hadir langsung Wali Kota Lhokseumawe Dr. Sayuti Abu Bakar dan CEO Islamic Relief Indonesia Nanang Subana Dirja bersama jajaran deputi.
Program ini menjadi bukti aksi nyata negara hadir di lini paling lemah masyarakat. Tak hanya rumah tipe 36 senilai Rp 100 juta lebih per unit engkap dengan perabotan seperti kasur, lemari, kompor, dan kipas angin, namun juga menyasar mereka yang benar-benar miskin, sesuai hasil verifikasi lapangan Baitul Mal.
Baitul Mal Kota Lhokseumawe sendiri mengalokasikan Rp25 juta per unit sebagai bagian kontribusi dan keterlibatan lokal. Rumah akan dibangun Agustus 2025 mendatang, dan sepenuhnya dibiayai, diaudit, serta diawasi langsung oleh Islamic Relief Indonesia.
“Dulu mereka tidak percaya ada ribuan rumah tak layak huni di Lhokseumawe, setelah kami berikan data dan dokumentasi, barulah mereka yakin,” ujar Ketua Baitul Mal, Dr. Damanhur Abbas, Lc., M.A., kepada wartawan paparazi.com, Rabu (23/07).
Dari pendataan terakhir Baitul Mal, tak kurang dari 3.000 rumah di Lhokseumawe masuk kategori tidak layak huni. Salah satunya di Gampong Blang Woe Panjoe, di mana warga miskin dua kali dijanjikan bantuan, namun kemudian dicoret karena tak mampu menyetor “uang pengurusan” sebesar Rp25 juta kepada oknum.
“Kalau ada yang seperti itu minta uang, apalagi mengaku petugas—rekam wajahnya, laporkan langsung ke polisi. Jangan takut,” tegas Damanhur.
Dalam pendekatannya, Baitul Mal tak melihat asal kecamatan atau jumlah populasi penerima. Tetapi lebih menekankan syarat teknis seperti kepemilikan tanah, kondisi rumah, dan tanggungan keluarga.
Potret Ketimpangan yang Menjerit
Sejak dulu, banyak warga miskin justru terlempar dari daftar penerima bantuan karena tidak memiliki akses atau koneksi. Isu “setoran” dan “fee proyek” menjadi rahasia umum. Namun Ketua Baitul Mal menyatakan dengan tegas: tidak akan ada uang pelicin selama dirinya menjabat.
“Saya minta ke para pejabat, jangan minta fee proyek. Ini program kemanusiaan, bukan ladang uang,” tegas Damanhur.
Lebih lanjut, pihaknya mendorong Pemerintah Kota untuk membeli lahan kosong agar warga miskin yang tak memiliki tanah juga bisa masuk daftar penerima di masa depan.
Secara psikologis, rumah layak adalah titik balik martabat keluarga. Secara sosial, ini bentuk pemutusan rantai ketidakadilan. Dari sisi ekonomi, rumah dengan fasilitas dasar akan membuka akses produktivitas baru, termasuk bagi ibu rumah tangga dan anak-anak.
Verifikasi Ganda dan Audit Ketat
Semua pelaksanaan teknis, pembelanjaan, hingga pertanggungjawaban keuangan berada di tangan Islamic Relief Indonesia dan akan diaudit langsung oleh BPK. Data penerima yang sudah mendapat bantuan juga akan dicatat dan tidak lagi dimasukkan ke daftar penerima zakat selanjutnya.
CEO Islamic Relief Indonesia dijadwalkan akan meninjau langsung lokasi pembangunan di awal Agustus 2025, untuk memastikan program berjalan sesuai prinsip good governance.
Tambah Damanhur Abbas, Bantuan ini bukan sekadar proyek fisik. Ia menjadi simbol gerakan moral yang memotong jalur klasik korupsi bantuan sosial. Bukan untuk pencitraan, tapi untuk menyelamatkan warga yang selama ini hanya menjadi statistik dan angka kemiskinan di atas kertas. (Firdaus)