Lhokseumawe, harianpaparazzi.com – Polemik seputar foto Ketua Komisi Independen Pemilihan (KIP) Lhokseumawe, Abdul Hakim, bersama salah satu pasangan calon (paslon) Walikota terus bergulir.
Publik dikejutkan oleh foto yang menunjukkan Hakim berpose dengan simbol “L,” yang sebagian kalangan interpretasikan sebagai sinyal keberpihakan.
Sontak, kritik deras pun mengalir dari berbagai pihak yang mempertanyakan komitmen Ketua KIP dalam menjaga independensi lembaga penyelenggara pemilu.
Muhammad Syahpoetra, mantan Ketua BEM FISIP Universitas Malikussaleh (Unimal), turut menyuarakan keresahannya terkait kejadian ini. Menurutnya, tindakan Abdul Hakim menimbulkan kesan bahwa KIP kehilangan standar independensinya.
“Foto ini jelas menuai pro dan kontra, sebab sebagai ketua lembaga independen, Abdul Hakim seharusnya tidak menunjukkan keberpihakan terhadap salah satu paslon. Hal ini meresahkan, terutama mengingat pentingnya netralitas demi kelancaran Pilkada yang kondusif,” tegas Syahpoetra.
Mantan Ketua BEM ini menekankan bahwa sikap Abdul Hakim tidak sejalan dengan tanggung jawab sebagai ketua KIP yang seharusnya berdiri di atas semua kepentingan politik.
“Menjelang Pilkada, setiap elemen penyelenggara pemilu harus menjaga netralitas demi terciptanya iklim demokrasi yang sehat. Tanpa netralitas, kepercayaan publik terhadap pemilu akan tergerus,” tambahnya.
Ia berharap pihak berwenang segera mengambil tindakan atas kejadian ini untuk memastikan kepercayaan publik terhadap proses pemilihan tidak luntur.
Syahpoetra bahkan menyatakan bahwa pihaknya siap menempuh jalur resmi apabila KIP tidak mampu mempertahankan integritasnya.
“KIP sebagai lembaga independen wajib menjaga kode etik dan netralitas dalam pemilihan. Jika terbukti ada indikasi pelanggaran etik, kami siap melaporkan ke Panwaslih Lhokseumawe atau Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) RI,” tandasnya.
Pernyataan Syahpoetra ini semakin menambah tekanan terhadap KIP Kota Lhokseumawe yang hingga kini belum menunjukkan respons tegas atas kontroversi tersebut.
Sejumlah pengamat juga mulai mempertanyakan profesionalisme Abdul Hakim yang dinilai kurang peka terhadap konsekuensi dari tindakannya.
Banyak yang berpendapat bahwa seorang Ketua KIP seharusnya lebih berhati-hati dan menghindari sikap-sikap ambigu yang berpotensi menimbulkan persepsi negatif.
Dalam situasi politik yang kian memanas, integritas penyelenggara pemilu menjadi pilar penting untuk menjamin kepercayaan publik. Namun, dengan insiden foto yang kontroversial ini, netralitas KIP sebagai lembaga independen kini dipertanyakan.
Abdul Hakim, sebagai ketua, kini berada di bawah sorotan tajam publik yang menuntut profesionalisme tanpa kompromi. Bagi publik, keheningan atau respons yang tidak tegas dari KIP hanya akan memperkuat dugaan adanya keberpihakan yang mengancam kredibilitas Pilkada mendatang.
Dengan perhatian masyarakat yang semakin kritis, KIP Lhokseumawe kini menghadapi ujian besar dalam membuktikan komitmennya untuk berdiri di atas kepentingan politik.
Jika insiden ini tidak ditanggapi dengan langkah nyata, publik bisa kehilangan kepercayaan terhadap lembaga penyelenggara pemilu, yang seharusnya menjadi garda depan dalam menjaga demokrasi yang adil dan transparan.
Klarifikasi yang disampaikan Hakim, kepada Wartawan via Whatsapp bahwa pose tersebut “hanya spontan” dan tidak menunjukkan keberpihakan.
Namun jawaban hakim tersebut, terkesan meremehkan sensitivitas publik dan tanggung jawabnya sebagai penjaga netralitas pemilu.
Seorang Ketua KIP seharusnya memahami bahwa posisinya tidak memberi ruang untuk gerak yang rawan disalahartikan, apalagi dalam situasi politik yang sudah sarat ketegangan.
“Tergantung bagaimana orang mempersepsikan,” ucap Hakim, seolah melepaskan diri dari imbas keputusannya dan tidak memahami dampak serius dari posisinya.
Publik menilai pernyataan ini tidak lebih dari sebuah alasan yang rapuh. Sikap seperti ini justru menimbulkan kesan bahwa Hakim tidak sepenuhnya menyadari atau tidak peduli bahwa kepercayaan publik terhadap KIP bisa goyah hanya dengan satu isyarat tangan.
Kealpaan seperti ini tidak pantas dari seseorang yang memegang peran vital dalam menjaga keadilan dan kebersihan proses pemilu.
Banyak pihak kini menyerukan pertanggungjawaban yang lebih konkret dari Abdul Hakim, termasuk desakan agar ia mempertimbangkan untuk mundur demi menjaga netralitas lembaga.
Seiring dengan Pilkada yang semakin dekat, publik mendesak KIP Lhokseumawe untuk tidak hanya mempertahankan formalitas netralitas.
Tetapi membuktikan komitmen itu dalam tindakan nyata, tanpa ada ruang untuk kelalaian yang menodai kepercayaan masyarakat. (Haiqal)