Menu

Mode Gelap
Kasus Pemalsuan Tanda Tangan BLT Blang Majron: Penyidik Belum Tetapkan Tersangka, Dokumen Asli Masih Misterius PWI Kota Lhokseumawe Gelar Rapat Kerja Kasat Reskrim Polres Agara Gerak Cepat, Pelaku Penganiayaan Ditangkap Dalam Dua Jam Pengulu Lembah Haji Mengintimidasi Perangkat Desa Demi Keuntungan Pribadi dari Dana Desa Mualem dan Eks Kombatan GAM Gelar Doa Bersama untuk Syuhada di Aceh Utara Bupati Ultimatum PT. PN Cot Girek: Dua Bulan Selesaikan Kisruh Lahan Sawit atau Warga Bebas Kuasai Lahan

Aceh

Kasus Pemalsuan Tanda Tangan BLT Blang Majron: Penyidik Belum Tetapkan Tersangka, Dokumen Asli Masih Misterius

badge-check


					Kasus Pemalsuan Tanda Tangan BLT Blang Majron: Penyidik Belum Tetapkan Tersangka, Dokumen Asli Masih Misterius Perbesar

Lhokseumawe, Harianpaparazzi.com — Penyidikan kasus dugaan pemalsuan tanda tangan pada dokumen Bantuan Langsung Tunai (BLT) Dana Desa Tahun Anggaran 2024 di Gampong Blang Majron, Kecamatan Syamtalira Bayu, Kabupaten Aceh Utara, hingga kini belum menghasilkan penetapan tersangka.

Kasus ini telah resmi naik ke tahap penyidikan berdasarkan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) Nomor: SPDP/101/IX/RES.1.9/2025/Reskrim tertanggal 15 September 2025, setelah laporan polisi Nomor: LP/B/147/VII/2025/SPKT/Polres Lhokseumawe/Polda Aceh tanggal 28 Juni 2025 diterima dan diproses oleh penyidik Satreskrim Polres Lhokseumawe.

Sebelumnya, penyidik telah melakukan penggeledahan di Kantor Geuchik dan rumah Geuchik nonaktif Gampong Blang Majron pada 30 September 2025. Namun hingga kini, dokumen asli yang menjadi objek utama penyidikan masih belum ditemukan. Dokumen tersebut disebut-sebut tercecer, dan dalam pekan ini penyidik dijadwalkan memintai keterangan tambahan dari Sdr. Sayed Muhammad Hasanuddin dari DPMPPKB Aceh Utara guna menelusuri keberadaan dokumen tersebut.

Tiga Versi Dokumen yang Berbeda

Barang bukti yang telah diserahkan kepada penyidik berupa tiga versi salinan dokumen pembayaran BLT Tahun Anggaran 2024, yakni:

  1. Versi pertama – Dokumen pembayaran BLT Januari–Juli 2024 (tanda tangan per bulan) yang disampaikan kepada Bupati Aceh Utara melalui DPMPPKB saat pengajuan Dana Desa Tahap II Tahun 2024.
  2. Versi kedua – Dokumen pembayaran BLT Januari–Juni 2024 dan Juli–Desember 2024 (tanda tangan per semester) yang disampaikan kepada auditor Inspektorat Kabupaten Aceh Utara
  3. Versi ketiga – Dokumen pembayaran BLT Januari–Desember 2024 (tanda tangan per tahun) yang disampaikan kembali kepada Bupati Aceh Utara melalui DPMPPKB saat pengajuan Dana Desa Tahap I Tahun 2025.

Ketiga dokumen tersebut memiliki perbedaan format dan tanda tangan penerima, padahal memuat nama-nama penerima BLT yang sama. Perbedaan ini menimbulkan dugaan kuat adanya pemalsuan dokumen pertanggungjawaban pada laporan realisasi BLT Dana Desa Tahun 2024.

Selain itu, Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Inspektorat Kabupaten Aceh Utara Nomor: 17/IAU-LHP/2025 tanggal 18 September 2025 turut dijadikan alat bukti. Dalam laporan tersebut ditemukan selisih temuan sebesar Rp107.800.000 dari total pagu BLT senilai Rp176.400.000 pada APBG Tahun 2024.

Kendala Utama: Dokumen Asli Belum Ditemukan

Sejumlah saksi telah diperiksa penyidik. Namun, penetapan tersangka masih terkendala belum ditemukannya dokumen asli yang ditandatangani secara manual (menggunakan pulpen). Semua dokumen yang tersedia saat ini hanya berupa salinan dengan format dan tanda tangan yang berbeda-beda.

Salah satu penyidik Satreskrim Polres Lhokseumawe, Zul, saat dikonfirmasi menyebutkan bahwa perkara tersebut akan segera diekspos ke pihak kejaksaan.

“Perkara akan kami expose ke Jaksa Aceh Utara untuk memperjelas apa yang sudah kami tangani dan kendalanya,”
ujar Zul kepada wartawan, Selasa (14/10/2025).

Tanggapan Kuasa Hukum Pelapor

Kuasa hukum pelapor (BDL) dari Yayasan Advokasi Rakyat Aceh (YARA) Perwakilan Lhokseumawe–Aceh Utara meminta agar kepolisian mempercepat pengungkapan keberadaan dokumen asli yang diduga dipalsukan tersebut.

“Kami menghormati kerja penyidik dan memahami adanya kendala teknis di lapangan. Namun kami berharap percepatan penemuan dokumen asli menjadi prioritas, karena dokumen itu adalah arsip negara yang memiliki kekuatan hukum dan akuntabilitas publik,”
ujar kuasa hukum BDL dalam keterangan resminya.

YARA juga menilai perlu ditelusuri apakah dokumen tersebut hilang karena kelalaian pengarsipan, dititipkan kepada staf kantor Geuchik atau pihak kecamatan, atau bahkan kemungkinan dihilangkan secara sengaja oleh pihak tertentu.

“Apapun penyebabnya, harus ada jawaban pasti dari pihak Geuchik maupun perangkat gampong, sebab dokumen itu merupakan dokumen negara. Bila hilang dengan alasan apa pun, ada konsekuensinya,” tegas pihak YARA.

Dasar Hukum dan Ancaman Sanksi

Kuasa hukum turut mengingatkan bahwa siapa pun yang lalai atau sengaja menghilangkan dokumen negara dapat dijerat pidana maupun sanksi administratif, berdasarkan ketentuan berikut:

  1. UU Nomor 43 Tahun 2009 tentang Kearsipan
    Pasal 86: Setiap orang yang dengan sengaja memusnahkan arsip di luar prosedur dipidana penjara paling lama 10 tahun dan/atau denda paling banyak Rp500 juta.
  2. UU Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik
    Pasal 53: Setiap orang yang dengan sengaja menghancurkan atau menghilangkan dokumen informasi publik dipidana penjara paling lama 2 tahun dan/atau denda paling banyak Rp10 juta.
  3. KUHP Lama
    Pasal 221-Barang siapa dengan sengaja menyembunyikan pelaku kejahatan atau menghilangkan benda bukti dapat dipidana penjara paling lama sembilan bulan.

Pasal 225 – Barang siapa dengan sengaja tidak memenuhi perintah undang-undang untuk menyerahkan surat-surat yang dianggap palsu atau dipalsukan, atau yang harus dipakai untuk dibandingkan dengan surat lain yang dianggap palsu atau dipalsukan atau yang kebenarannya disangkal atau tidak diakui, diancam:

a. dalam perkara pidana, dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan;

b. dalam perkara lain, dengan pidana penjara paling lama enam bulan.”

  1. KUHP Baru (UU Nomor 1 Tahun 2023) – Pasal 278
    Setiap orang yang mengubah, merusak, menyembunyikan, menghilangkan, atau menghancurkan dokumen pembuktian dalam proses peradilan dipidana penjara paling lama 6 tahun.

Selain pidana, UU Kearsipan Pasal 79 ayat (2) mengatur bahwa pejabat yang tidak melakukan perbaikan dalam waktu 6 bulan dapat dikenai sanksi administratif berupa penurunan gaji, dan ayat (3) apabila dalam 6 bulan berikutnya tetap tidak melakukan perbaikan, dijatuhi sanksi penurunan pangkat selama 1 tahun.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Baca Lainnya

Kasus Perceraian di Aceh Tenggara Masih Tinggi, Didominasi Cerai Gugat oleh Istri

15 Oktober 2025 - 20:13 WIB

PWI Kota Lhokseumawe Gelar Rapat Kerja

15 Oktober 2025 - 16:43 WIB

Kasat Reskrim Polres Agara Gerak Cepat, Pelaku Penganiayaan Ditangkap Dalam Dua Jam

15 Oktober 2025 - 12:31 WIB

Menteri LHK Terbitkan Keputusan Inventarisasi Kegiatan Usaha Tanpa Izin di Kawasan Hutan

14 Oktober 2025 - 21:20 WIB

Perkuat Sinergi, Kejati dan Bank Aceh Kerja Sama Bidang Hukum

13 Oktober 2025 - 21:38 WIB

Trending di Aceh