LHOKSUKON | HARIANPAPARAZZI.COM
Meski puluhan unit hand traktor bantuan dari Kementerian Pertanian melalui Pokok Pikiran (Pokir) anggota DPR-RI telah tiba di gudang Balai Benih Lhoksukon, Aceh Utara, namun tidak semua kelompok tani bisa langsung memanfaatkannya. Ironisnya mencuat, alat tersedia, lahan belum siap, solar pun sulit dicari
Bantuan yang disalurkan sore tadi, Jumat (13/6), itu sontak menggerakkan para ketua kelompok tani dari berbagai kecamatan untuk datang mengambil unit masing-masing. Geuchik Meunasah Cibrek, Kecamatan Tanah Luas, misalnya, menyampaikan bahwa kelompoknya telah menerima satu unit. Namun menurutnya, alat itu baru bisa difungsikan dua bulan mendatang, dan itupun tergantung pada kondisi saluran irigasi Kreung Pase yang hingga kini belum normal.
“Kami berterima kasih, tapi bagaimana mau kami gunakan kalau air tak tersedia? Kami juga kesulitan beli solar. Petani tak punya akses langsung ke BBM bersubsidi,” ujar Geuchik itu lirih.
Masalah Solar: Mesin Ada, Bahan Bakar Tak Ada
Kesulitan mendapatkan solar subsidi menjadi keluhan utama petani. Mereka harus membeli solar menggunakan jasa truk atau angkutan umum yang memiliki barcode resmi, sebab kelompok tani tidak difasilitasi secara khusus oleh pemerintah. Akibatnya, biaya operasional menjadi semakin tinggi, dan semangat swasembada pangan justru terbentur regulasi teknis distribusi energi.
Di sisi lain, kelompok penerima di Seunuddon dan Jambo Aye menyayangkan pembagian alat tidak menyasar wilayah yang saat ini justru siap tanam. Lahan di kawasan irigasi Kreung Pase yang masih kering malah jadi prioritas penerima, sementara di wilayah timur Aceh Utara, ribuan hektar sawah yang sudah siap tanam justru tidak kebagian alat.
Polemik Pungutan: Ada Yang Bayar, Ada Yang Bersumpah
Di tengah proses distribusi alat, isu pungutan liar juga ikut mencuat. Sejumlah kelompok mengaku diminta mengeluarkan uang Rp100 ribu per orang untuk biaya pengambilan alat. Namun tudingan ini tak sepenuhnya diakui semua pihak.
“Tidak ada itu, pak. Kami dari kelompok Matang Ubi tidak dipungut apa pun. Kalau pun ada yang kasih suka rela, itu bukan pungli,” ujar salah satu ketua kelompok, bersumpah dengan nada tegas.
Perbedaan mencolok juga terlihat dari struktur keanggotaan antar kelompok: ada yang hanya berisi lima orang, ada pula yang sampai dua puluh anggota. Struktur ini bisa berdampak pada transparansi pengelolaan dan pola pertanggungjawaban internal.
Dinas Angkat Tangan: Hanya Menyalurkan
Kepala Dinas Pertanian dan Tanaman Pangan Aceh Utara, Ir. Erwandi, menegaskan bahwa pihaknya hanya menyalurkan bantuan sesuai dengan SK dari kementerian. Soal lokasi sawah, kelayakan lahan, hingga masalah irigasi dan distribusi solar bukan kewenangannya.
“Kami hanya memfasilitasi. Kalau lahan belum berfungsi, kami tidak tahu. Proposal dari kelompok, kami teruskan saja,” katanya.
Terkait dugaan pungutan liar, Erwandi meminta bukti. “Kalau ada oknum minta uang, jangan diberi. Soal biaya angkut, itu wajar karena pakai transportasi sendiri. Tapi kalau ada uang minum dari kelompok ke supir atau tim, itu bersifat pribadi, jangan disalahartikan.”
Ia juga menambahkan, seluruh proses distribusi diawasi langsung oleh anggota Koramil sebagai bagian dari program ketahanan pangan yang melibatkan TNI. Jumlah alat yang didistribusikan sementara ini mencapai lebih dari 15 unit, dan pengiriman berikutnya akan menyusul secara bertahap.
Menurut warga, bantuan yang bersumber dari aspirasi politik melalui Pokir anggota DPR-RI ini memang dimaksudkan untuk memperkuat ketahanan pangan. Namun jika disalurkan tidak tepat sasaran, tanpa dukungan sarana pendukung seperti irigasi dan solar bersubsidi, maka upaya itu berisiko menjadi sia-sia. Kementerian dan pemda perlu duduk bersama mengevaluasi distribusi agar selaras dengan kondisi di lapangan. (firdaus)