Aceh Utara, Harianpaprazzi.com – Meski ribuan pelanggan mengeluh tak mendapatkan pasokan air bersih yang layak, Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Tirta Pase tetap memungut biaya tetap sebesar Rp10.000 per bulan dari setiap pelanggan. Dengan jumlah pelanggan mencapai 53.000, total pungutan dari komponen “biaya tetap” ini mencapai sekitar Rp6,36 miliar per tahun.
Praktik ini menuai sorotan tajam dari masyarakat dan pemerhati kebijakan publik. Pasalnya, pungutan tetap ini diberlakukan tanpa mempertimbangkan apakah pelanggan menerima layanan distribusi air secara normal atau tidak. Sejumlah warga di Kecamatan Syamtalira Aron, Geureudong Pase, dan Matangkuli mengaku telah berbulan-bulan tidak menerima air, namun tetap dikenai iuran.
“Air nggak ngalir, tapi tiap bulan tetap bayar. Kalau telat, bisa kena denda. Ini bukan pelayanan, ini pemaksaan,” ujar Abdul Manan, warga Gampong Keude Matangkuli.
Pihak PDAM belum memberikan penjelasan transparan terkait mekanisme pemungutan biaya tetap ini, maupun langkah kompensasi bagi pelanggan yang terdampak gangguan distribusi. Sementara itu, data internal menunjukkan, tingkat kebocoran air (non-revenue water) PDAM Tirta Pase mencapai 50%, dan tingkat penagihan hanya sekitar 65%, menandakan krisis efisiensi dan manajemen serius.
Beberapa pemerhati pelayanan publik menilai kebijakan ini mencerminkan pungutan sepihak tanpa akuntabilitas. “Kalau PDAM terus membebani rakyat tanpa membenahi layanan, ini bisa disebut pungutan yang tidak adil,” ujar salah satu aktivis masyarakat sipil.
Di sisi lain, pihak inspektorat dan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) diminta untuk mengaudit struktur tarif PDAM dan sistem keuangannya secara menyeluruh, termasuk gaji direksi dan biaya operasional yang menyerap pendapatan perusahaan.
Dalam kondisi keuangan daerah yang sedang sulit, pungutan Rp6,36 miliar dari warga untuk air yang tidak mengalir bukan hanya ironi, tapi juga skandal moral yang memalukan. Saat rakyat dipaksa bayar udara, siapa yang sebenarnya haus akan uang? (Tri)