Menu

Mode Gelap
Selama 12 Tahun, Mutia Sari Antar Pasien dan Anak Yatim dengan Mobil Pribadi: “Mungkin Ini Rezeki Orang Lain” Polres Limpahkan Kasus Pembunuhan Berantai ke Kejaksaan Negeri Aceh Tenggara Dua Narapidana Lapas Kutacane Kedapatan Simpan 5 Gram Sabu RSU Cut Mutia Buka Layanan Cath Lab, Harapan Baru Bagi Penderita Jantung di Aceh Utara Quick Response,Brimob Lhokseumawe Bersama Damkar Padamkan Kebakaran Ruko Vivo Service Center di Lhokseumawe Breaking News! PSSI Resmi Akhiri Kerja Sama dengan Patrick Kluivert

Aceh

Laut Bukan Tempat Sampah: Sulfur Tumpah, PEMA Cuci Tangan

badge-check


					Laut Bukan Tempat Sampah: Sulfur Tumpah, PEMA Cuci Tangan Perbesar

Langsa – Harianpaparazzi.com
Ada yang salah ketika perusahaan milik rakyat justru bikin rakyat muak. PT Pembangunan Aceh (PEMA), yang katanya dibentuk untuk menyejahterakan Aceh, kini sibuk “menyejahterakan” air laut dengan tumpahan sulfur. Laut menangis, tapi PEMA mungkin terlalu sibuk menghitung lifting dan menyusun presentasi, lupa bahwa yang mereka kelola bukan kolam buatan.

Beberapa hari terakhir, aktivitas lifting sulfur di Pelabuhan Kuala Langsa menjadi buah bibir. Tapi bukan karena profesionalisme, melainkan karena lifting sulfur limbah B3 yang tercecer ke laut tanpa pengawasan oleh management PEMA, dan di lakukan seperti tanpa ada prosedur SOP. Padahal aktifitas yang di lakukan merupakan transportasi limbah B3 yang sangat berbahaya jika dilakukan tanpa menggunakan SOP yang ketat, namun tidak ada penerapan standar safety dari management PEMA. Seolah-olah PP Nomor 22 Tahun 2021 hanya brosur seminar yang bisa diabaikan.

“Saya lihat sendiri, sulfur tumpah ke laut. Tidak ada yang bertindak. Diam saja. Laut ini dianggap halaman belakang mereka,” ujar saksi di lokasi.
“Padahal kegiatan gini udah beberapa kali di lakukan, tapi ga pernah kaya gini, bang.”

Kalau sulfur tumpah ke darat, bisa-bisa heboh. Tapi karena laut diam, semua jadi biasa. Padahal sulfur bukan air kelapa, kalau tumpah bisa merusak pH, membunuh mikroorganisme laut, dan menciptakan gas beracun. Tapi siapa peduli? Asal lifting jalan, asal laporan rapi, soal pencemaran biarlah laut yang tanggung.

Ironisnya, ini bukan sembarang perusahaan swasta. Ini perusahaan milik Pemerintah Aceh. Dibentuk dengan nama besar, tapi bertindak kecil: tak transparan, tak akuntabel, tak profesional, tak peduli lingkungan. PAD? Entah ke mana. Yang jelas, Kuala Langsa kini harus ikut menanggung beban.

Tak ada klarifikasi. Tak ada permintaan maaf. Hanya sunyi dan lembaran kertas yang dicetak untuk formalitas.

Kalau lifting saja dilakukan sembarangan, bagaimana publik bisa percaya bahwa miliaran uang migas tidak ikut menguap bersama bau sulfur?

Rakyat Aceh layak bertanya: ini perusahaan daerah atau pencemar daerah?. Pemerintah Aceh sebagai pemilik PEMA juga harus bertanggung jawab membenahi.

Jika lifting lebih penting daripada lingkungan, jika pencitraan lebih utama daripada keselamatan ekosistem, maka PEMA bukan sedang mengelola sumber daya tapi sedang bermain-main dengan masa depan generasi Aceh.

Ingat, laut bukan tempat sampah. Dan Aceh bukan warisan pribadi atau sekelompok pihak.
Berhentilah mencemari, sebelum rakyat mulai bersuara lebih keras dari ombak. (tri)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Baca Lainnya

Sepanduk Larangan Masuk Hutan di Aceh Utara Kerap Hilang

27 Oktober 2025 - 14:10 WIB

Air PDAM Tirta Pase Aceh Utara Kembali Keruh, Warga Mengeluh

25 Oktober 2025 - 18:02 WIB

Peringati Maulid Nabi Muhammad SAW dan Hari Santri Nasional ke-10 Bersama Pemkab Aceh Tenggara

23 Oktober 2025 - 20:55 WIB

Ambulans RS Cut Meutia Langsa Tabrak Pemotor di Aceh Utara, Polisi Duga Ada Kelalaian Sopir

23 Oktober 2025 - 16:35 WIB

Plt. Geuchik Blang Majron Mundur, Tuha Peut Sudah Laporkan ke Bupati: Dana Desa Rp465 Juta Belum Jelas Pertanggungjawabannya

23 Oktober 2025 - 14:09 WIB

Trending di Aceh