Banda Aceh, Harianpaparazzi.com – Deretan kursi di Anjong Mon Mata terisi penuh. Para elit politik, pejabat pusat, tokoh daerah, hingga ulama duduk berdampingan. Di atas podium, Gubernur Aceh Muzakir Manaf membuka lembaran penting, Musrenbang RPJM Aceh 2025–2029. Namun sesungguhnya, ini lebih dari sekadar seremoni. Ini adalah momentum membedah arah baru Aceh, sebuah tanah harapan yang akan ditinggal Dana Otsus dua tahun lagi.
RPJM Aceh Lebih dari Dokumen Lima Tahunan
Gubernur Mualem dalam acara RPJM di Anjong Mon Mata Rabu (09/07), menyampaikan sembilan misi strategis dalam visi “Aceh Islami, Maju, Bermartabat, dan Berkelanjutan” atau dikenal sebagai Cap Sikureung. Mulai dari penguatan syariat Islam, hilirisasi sumber daya alam, hingga pembenahan birokrasi dan pelestarian lingkungan. Namun pertanyaannya: apakah narasi ini akan menjadi arah atau sekadar slogan?
Titik Kritis: Dana Otsus Akan Berakhir
Mualem menyinggung, Salah satu yang paling menyesakkan adalah kenyataan bahwa Dana Otonomi Khusus Aceh akan berakhir pada 2027. Mualem menyerukan revisi UUPA (Undang-Undang Pemerintahan Aceh), berharap dukungan dari Bappenas, Kemendagri, dan Forbes DPR/DPD RI.
Salah seorang warga banda aceh mengatakan “Mengapa selama dua dekade Dana Otsus berjalan, ketimpangan tetap tinggi, dan kemiskinan belum menurun signifikan”. Ujarnya, masyarakat saatnya menuntut arah baru yang lebih transparan, partisipatif, dan berdampak riil.
Arah Pusat: Bertumbuh Tapi Timpang
Sekjen Kemendagri, Tomsi Tohir, dan Menteri PPN/Bappenas, Rachmad Pambudy, menyuarakan pentingnya penyesuaian RPJM Aceh dengan RPJMN nasional. Sektor pertumbuhan seperti migas, pelabuhan bebas, hilirisasi, hingga revitalisasi KEK Arun jadi fokus utama.
Namun belanja daerah yang timpang, dominasi anggaran pegawai, dan minimnya alokasi pendidikan serta kesehatan jadi sorotan tajam. Rakyat butuh bukti, bukan pidato.
Makna Strategis: Momentum Pembalikan Arah atau Pengulangan Kesalahan?
Mualem menekankan, RPJM Aceh 2025–2029 adalah dokumen sejarah dalam perlintasan waktu Aceh. Ia menjadi penentu apakah Aceh akan terus menggantungkan nasib pada “bergantung ke migas dan pusat”, atau mulai membangun kekuatan mandiri dari desa, dari laut, dari pemuda, dan dari kampus-kampus. Ini waktunya menjawab: Aceh pasca-2027 adalah Aceh yang lebih berdaulat atau sekadar kelanjutan kemiskinan yang terstruktur.
Pemerataan Wilayah Terpencil: Dari Janji ke Jalan Rusak
Selain itu, Gubernur juga meminta perhatian pemerintah pusat terkait beberapa hal prioritas lain, di tahun 2026, seperti perpanjangan Dana Otonomi Khusus, pengembangan perdagangan dan pelabuhan bebas Sabang, serta pembangunan infrastruktur di wilayah terpencil, termasuk Jalan Luwak–Sibigo (Simeulue), Terowongan Gurutee (Aceh Barat), Jalan Krueng Geukuh–Bener Meriah, dan Jalan Cot Girek–Samarkilang (Aceh Utara–Bener Meriah). **