Aceh Utara, harianpaparazzi.com – Polemik terkait proyek normalisasi Alue Masyiek–Alue Gunto senilai Rp1,6 miliar terus bergulir. Faisal, Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) proyek tersebut, membantah pernah menyebut dirinya telah dipanggil oleh Kejaksaan Negeri (Kejari) Aceh Utara, kendati sebelumnya Faisal mengaku sudah dipanggil Kejaksaan, dan informasi tersebut sempat tersebar luas di kalangan wartawan.
Sikap inkonsisten Faisal ini menimbulkan pertanyaan terkait transparansi dan potensi masalah hukum dalam proyek tersebut.
Isu Pemanggilan dan Inkonsistensi Keterangan
Isu bermula saat seorang wartawan mengaku mendapatkan informasi dari Faisal melalui wawancara By phone yang sempat direkam wartawan bahwa ia telah dijadwalkan untuk memenuhi panggilan jaksa terkait proyek tersebut. Namun, ketika dikonfirmasi ulang oleh Wartawan media ini, pada 3 Desember 2024, Faisal membantah pernyataan tersebut.
“Saya tidak pernah mengatakan hal itu,” ujar Faisal setelah dihubungi beberapa kali melalui WhatsApp.
Sikap berubah-ubah ini mempertegas dugaan bahwa ada sesuatu yang tidak transparan dalam proyek yang berada di bawah Dinas Pengairan Pemerintah Aceh tersebut.
Kejari Aceh Utara: Belum Ada Pemanggilan
Kasi Intel Kejari Aceh Utara, Reza Rahim, S.H., saat dikonfirmasi, menyatakan bahwa belum ada pemanggilan terhadap KPA proyek tersebut.
“Setelah saya konfirmasi ke pidana khusus (pidsus), sepertinya belum ada,” tulis Reza melalui pesan WhatsApp. Sementara itu, Kepala Kejari Aceh Utara, Teuku Muzafar, memilih bungkam dan hanya membaca pesan tanpa memberikan tanggapan.
Ketidakhadiran tindakan hukum dari Kejari Aceh Utara ini justru menambah sorotan terhadap dugaan ketidakwajaran dalam pelaksanaan proyek.
Penyesalan KPA: Taktik Mengalihkan Perhatian?
Faisal menyebut pemberitaan yang mendorong pengusutan proyek oleh Kejati dan Kejari sebagai hal yang menyulitkan pihaknya.
“Efek dari pemberitaan ini, kami jadi sibuk, dipanggil sana-sini. Kami kan orang dinas, lagi kerja,” ungkapnya.
Pernyataan ini dianggap oleh sejumlah pihak sebagai upaya mengalihkan perhatian dari inti persoalan, yakni dugaan penyimpangan dalam pelaksanaan proyek yang menggunakan anggaran negara.
Ketika diminta menjelaskan lebih lanjut soal perencanaan proyek, Faisal tampak ragu sebelum akhirnya menyatakan bahwa semuanya telah direncanakan dengan matang. Namun, keraguan tersebut memperkuat dugaan bahwa terdapat celah dalam manajemen dan pelaksanaan proyek.
Sorotan Hukum dan Tuntutan Transparansi
Proyek normalisasi Alue Masyiek–Alue Gunto yang berlokasi di Kecamatan Tanah Luas kini berada di bawah pengawasan publik. Desakan agar Kejati dan Kejari Aceh Utara segera memeriksa proyek ini semakin menguat.
Ketua salah satu lembaga antikorupsi yang enggan disebutkan namanya menyatakan, “Inkonsistensi keterangan dari KPA ini harus menjadi pintu masuk bagi aparat penegak hukum untuk mengusut potensi korupsi. Publik butuh transparansi dan keadilan, terutama dalam pengelolaan uang negara.”
Dengan anggaran yang tidak kecil, wajar jika publik mempertanyakan kejelasan pelaksanaan proyek, termasuk perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan yang dilakukan. Sikap tertutup dan inkonsisten para pekerja proyek hanya akan memperkeruh keadaan dan mengundang dugaan lebih lanjut.
Sebelumnya diberitakan, proyek tersebut diduga dikerjakan sendiri oleh Oknum anggota DPRA Armiadi dengan menyewa perusahaan milik orang lain.Proyek senilai Rp.1,6 itu berasal dari dana Pokir sendiri Armiadi sebagai anggota DPRA dari Partai PKS.
Saat dikonfirmasi Wartawan sebelumnya, Armiyadi juga mengaku kalau proyek itu merupakan Pokirnya.
“Ya itu memang Pokir saya, apakah wartawan punya kompetensi di bidang bangunan sehingga berani menyatakan proyek saya itu menyalahi,” kata Armiyadi saat dikonfirmasi terkait kebenaran pokirnya.
Ditambahkan Armiyadi,proyek yang sedang dia kerjakan itu dalam RAB nya tidak disebutkan harus di gali dalam kedalaman berapa,volumenya bagaimana,tidak ada itu dalam RAB,Kara Armiadi seraya mematikan Handphone nya. (Tri Nugroho Pangabean/Fajar/ Firdaus).