Menu

Mode Gelap
Pencurian Rokok Lintas Provinsi Terbongkar Sindikat “Spesialis Gudang Nikotin” di Aceh – Sumut Misteri Penembakan Muhammad Nasir di Alue Lim: Utang Piutang dan Modus Terencana Pelaku Harga Emas di Aceh Utara “memanas” Miris, Bocah 13 Tahun Dirudapaksa Ayah Kandung di Dalam Rumah Sendiri BREAKING NEWS: Gubernur Riau Terjaring OTT KPK, Kadis PUPR Ikut Diamankan Wartawan Paparazzi di Lhokseumawe Diancam, PWI Ambil Langkah Hukum

Aceh

Anak Penderita Epilepsi di Aceh Utara Terhenti Pengobatannya: “Obat Tidak Boleh Putus, Tapi Kami Ditolak”

badge-check


					Anak Penderita Epilepsi di Aceh Utara Terhenti Pengobatannya: “Obat Tidak Boleh Putus, Tapi Kami Ditolak” Perbesar

Aceh Utara, Harianpaparazzi.com – Cut Zuhra, seorang anak berusia 4 tahun asal Dusun Pante Ara, Desa Tanjong Dalam Selatan, Kecamatan Langkahan, Aceh Utara, kini menghadapi risiko kesehatan serius. Anak ini menderita epilepsi, penyakit kronis yang memerlukan pengobatan rutin tanpa terputus, namun pengobatannya mendadak terhenti karena alasan administratif yang membingungkan keluarga.

Menurut keterangan Ibnu Khatab, anggota keluarga Cut Zuhra, anaknya telah menjalani pengobatan jalan sebulan sekali di Rumah Sakit Kasih Ibu Lhokseumawe. Dokter Diana, yang menangani kasusnya, menekankan bahwa pasien epilepsi tidak boleh putus obat selama minimal dua tahun, untuk mencegah kejang kambuh dan komplikasi serius yang bisa mengancam keselamatan anak.

“Sudah lebih dari satu tahun kami rutin berobat. Setiap bulan kami datang untuk kontrol dan mengambil obat. Tapi tiba-tiba di bulan Agustus 2025, kami ditolak oleh resepsionis. Alasannya, katanya, berkas sudah banyak,” ungkap Ibnu Khatab dengan wajah cemas.

Penolakan ini membuat Cut Zuhra gagal memperoleh obat rutin yang sangat dibutuhkan. Dalam kasus epilepsi, putus obat dapat memicu kejang berulang, yang tidak hanya mengancam kesehatan anak, tetapi juga bisa menimbulkan cedera serius atau komplikasi jangka panjang. Kekhawatiran keluarga pun semakin besar karena mereka tidak tahu kemana harus mengadu.

“Bagaimana mungkin kebutuhan medis anak kami terhambat karena urusan berkas? Obatnya harus terus diminum, tapi kami malah ditolak. Kami tidak tahu harus kemana,” lanjut Ibnu Khatab.

Epilepsi adalah gangguan neurologis kronis yang ditandai oleh aktivitas listrik otak yang tidak normal, menyebabkan kejang yang bisa muncul dalam berbagai bentuk. Pada anak-anak, epilepsi bisa mengganggu perkembangan fisik dan mental jika tidak ditangani dengan tepat. Pengobatan yang konsisten adalah kunci untuk menjaga kesehatan dan kualitas hidup anak.

Kondisi Cut Zuhra menjadi sorotan masyarakat setempat, yang menilai sistem administrasi rumah sakit belum sepenuhnya responsif terhadap pasien anak yang membutuhkan perawatan jangka panjang. “Ini bukan sekadar urusan dokumen. Nyawa anak-anak tergantung pada obat yang mereka terima,” kata seorang tokoh masyarakat yang mengikuti kasus ini.

Rumah sakit sendiri belum memberikan klarifikasi resmi terkait penolakan tersebut. Namun kasus ini menimbulkan pertanyaan serius tentang prioritas pelayanan pasien kronis, terutama anak-anak, di Aceh Utara. Para ahli kesehatan menekankan bahwa administrasi tidak boleh menghambat kontinuitas pengobatan, apalagi bagi anak yang sangat rentan.

Cut Zuhra tinggal bersama keluarga di Dusun Pante Ara, Desa Tanjong Dalam Selatan. Ibnu Khatab berharap pihak rumah sakit segera menindaklanjuti masalah ini agar anaknya bisa kembali mendapatkan obat secara rutin. “Kami ingin rumah sakit menempatkan kepentingan pasien di atas segala prosedur administrasi. Anak-anak seperti Zuhra tidak boleh menjadi korban birokrasi,” ujarnya.

Kasus ini juga menjadi peringatan bagi semua fasilitas kesehatan di Aceh Utara. Pengobatan pasien anak yang sakit kronis harus dijamin keberlanjutannya. Gangguan akibat masalah administratif dapat menimbulkan risiko kesehatan serius dan merusak kepercayaan masyarakat terhadap layanan kesehatan.

Masyarakat setempat menyuarakan dukungan kepada keluarga Cut Zuhra dan mendesak pemerintah daerah serta rumah sakit untuk segera menyelesaikan persoalan ini. Mereka menekankan bahwa akses terhadap pengobatan rutin adalah hak anak, yang seharusnya tidak bisa dibatasi oleh faktor administratif semata.

“Anak-anak sakit kronis harus menjadi prioritas. Jangan sampai karena urusan berkas atau prosedur yang rumit, mereka kehilangan kesempatan untuk sehat,” tegas seorang aktivis kesehatan di Aceh Utara.

Hingga saat ini, keluarga Cut Zuhra masih menunggu respons dari pihak rumah sakit. Mereka berharap pengobatan anaknya dapat kembali normal secepat mungkin agar risiko kejang berulang dapat diminimalkan. Kasus ini menjadi cermin bahwa di tengah kemajuan fasilitas kesehatan, masih ada celah yang harus segera diperbaiki demi keselamatan pasien, khususnya anak-anak.

Alamat pasien: Dusun Pante Ara, Desa Tanjong Dalam Selatan, Kecamatan Langkahan, Kabupaten Aceh Utara.( Tri)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Baca Lainnya

Alumni Tanoh Mirah Nilai Tertinggi, Tapi Gagal Jadi Komisioner Baitul Mal Aceh

13 November 2025 - 17:23 WIB

Puskesmas Geureudong Pase Terfavorit I, Fasilitas Lain Masih “Mati Suri” di Tengah Hari Kesehatan Nasional

12 November 2025 - 11:36 WIB

Pencurian Rokok Lintas Provinsi Terbongkar Sindikat “Spesialis Gudang Nikotin” di Aceh – Sumut

11 November 2025 - 00:15 WIB

Harga pangan di Pasar Rakyat Geudong meningkat

10 November 2025 - 16:34 WIB

Polres Aceh Tenggara Gelar Upacara Peringatan Hari Pahlawan Sekaligus Beri Penghargaan Tiga Pilar Desa Kutarih

10 November 2025 - 13:07 WIB

Trending di Aceh