Lhoksukon, Harianpaparazzi – Dari balik jeruji besi di sudut rumah panggung tua, tangan renta Ummi Kalsum menggenggam jemari putranya, Muhammad Dahri. Sudah dua tahun pemuda itu tak melihat dunia luar, dipasung bukan karena kejahatan, tetapi karena sakit jiwa. Hari itu, tangis haru pecah saat petugas medis menjemput Dahri menuju Rumah Sakit Jiwa Banda Aceh, membuka babak baru harapan: kesembuhan, dan kebebasan.
Pemerintah Kabupaten Aceh Utara menindaklanjuti 32 kasus Orang dengan Gangguan Jiwa (ODGJ) yang selama ini hidup dalam pemasungan. Proses evakuasi dilakukan untuk dirujuk ke RSJ Banda Aceh, sebagai bagian dari program “Aceh Utara Bebas Pasung 2025.”
Inisiatif ini dipimpin langsung oleh Bupati Aceh Utara, H. Ismail A. Jalil (Ayahwa), didukung Wakil Bupati Tarmizi (Panyang), Kepala Dinas Kesehatan Jalaluddin, Direktur RSJ Aceh dr. Hanif, serta berbagai tenaga medis dari lintas sektor.
Penjemputan dilakukan pada Senin, 2 Juni 2025, di empat gampong di Kecamatan Tanah Jambo Aye: Teupin Gajah, Tanjong Ceungai, Tanjong Meunye, dan Cot Biek, wilayah dengan kasus pasung tertinggi di Aceh Utara.
Karena pemasungan adalah pelanggaran hak asasi manusia. Lebih dari sekadar masalah medis, ini adalah wajah luka sosial yang mencerminkan minimnya pemahaman terhadap kesehatan jiwa, trauma sejarah konflik dan bencana, serta keterbatasan ekonomi masyarakat.
Proses evakuasi melibatkan pendekatan medis, psikologis, dan sosiologis. Dari tujuh ODGJ yang dijadwalkan, enam berhasil dibawa. Satu lainnya belum bisa dievakuasi karena kondisinya sangat agresif. Rujukan dilakukan secara resmi dengan surat permohonan dari Pemkab ke RSJ Aceh.
“Kami ingin dia sembuh. Kami sangat berharap, ini jalan Allah untuk kesembuhan anak kami,”mmi Kalsum, ibu dari Muhammad Dahri.
Sementara Kepala dinas kesehatan Aceh Utara mengatakan tugas ini membutuhkan hati nurani dengan sentuhan kemanusian “Ini bukan hanya tugas medis, ini tugas kemanusiaan… Mereka yang kita bebaskan hari ini adalah jiwa-jiwa yang selama ini dikurung dalam ketakutan dan stigma,”
Menurutnya, Banyak penderita mengalami trauma konflik dan bencana, yang memicu gangguan mental.di tambah minimnya literasi masyarakat menyebabkan stigma dan pengasingan.. Faktor Kemiskinan membuat keluarga tak sanggup membawa pasien ke fasilitas kesehatan. Sementara Letak gampong yang terpencil menyulitkan akses layanan kesehatan jiwa. Untuk saat ini 2.556 ODGJ tercatat hingga pertengahan 2025 di Aceh Utara .32 di antaranya masih dalam kondisi pasung, 50% dari mereka telah dinyatakan sembuh. Untuk saat ini Seluruh puskesmas kini memiliki tenaga medis jiwa. Hal yang sama juga didukung RSUD Cut Meutia kini membuka Unit Pelayanan Intensif Psikiater (UPIP)
Aceh Utara tengah menulis babak sejarahnya sendiri: membebaskan mereka yang selama ini tak bersuara. Bukan sekadar membongkar belenggu fisik, tapi juga membebaskan dari stigma, ketakutan, dan keputusasaan. Upaya ini bukan hanya program, tapi janji: bahwa setiap jiwa layak diselamatkan, didengar, dan kembali menjadi manusia seutuhnya. (firdaus)