Menu

Mode Gelap
Selama 12 Tahun, Mutia Sari Antar Pasien dan Anak Yatim dengan Mobil Pribadi: “Mungkin Ini Rezeki Orang Lain” Polres Limpahkan Kasus Pembunuhan Berantai ke Kejaksaan Negeri Aceh Tenggara Dua Narapidana Lapas Kutacane Kedapatan Simpan 5 Gram Sabu RSU Cut Mutia Buka Layanan Cath Lab, Harapan Baru Bagi Penderita Jantung di Aceh Utara Quick Response,Brimob Lhokseumawe Bersama Damkar Padamkan Kebakaran Ruko Vivo Service Center di Lhokseumawe Breaking News! PSSI Resmi Akhiri Kerja Sama dengan Patrick Kluivert

Aceh

Proyek Irigasi Kreung Pase, Benang Kusut yang Merugikan Petani dan Ekonomi Aceh Utara

badge-check


					Proyek Irigasi Kreung Pase, Benang Kusut yang Merugikan Petani dan Ekonomi Aceh Utara Perbesar

Lhoksukon, Harianpaparazzi – Proyek rehabilitasi Irigasi Kreung Pase yang tak kunjung selesai telah menjadi perhatian serius di Aceh Utara. Infrastruktur vital yang seharusnya mendukung sektor pertanian ini justru menjadi sumber kekecewaan bagi masyarakat, khususnya petani di delapan kecamatan terdampak. Tidak hanya berdampak pada produktivitas, keterlambatan proyek ini juga menyeret potensi masalah hukum dan ekonomi.

Kerugian Besar di Tengah Ketidakpastian Proyek

Prof. Dr. Apridar, S.E., M.Si., Pengamat Ekonomi sekaligus Rektor Universitas Islam Kebangsaan Indonesia (UNIKI) Aceh, menyoroti dampak luas yang ditimbulkan oleh irigasi Kreung Pase yang mangkrak. Menurutnya, proyek senilai Rp 70 miliar ini sudah dua kali mengalami penambahan anggaran, namun tetap belum mampu mencapai target penyelesaian.

“Jika penggunaan anggaran ini tidak efisien atau melebihi kebutuhan tanpa hasil nyata, konsekuensinya adalah pertanggungjawaban hukum. Badan Pemeriksa Keuangan (BPKP) perlu menghitung dan mengaudit pekerjaan ini secara detail,” tegas Apridar.

Ia menambahkan, keterlambatan proyek ini bukan hanya persoalan infrastruktur, tetapi juga menyangkut hajat hidup orang banyak. Dengan sawah seluas 9.000 hektare yang tidak bisa digarap, kerugian petani terus bertambah. Untuk satu kali musim tanam, petani kehilangan potensi panen sebesar 6 ton per hektare. Jika dikalikan harga gabah kering giling Rp 6.500 per kilogram, total kerugian mencapai miliaran rupiah setiap musim tanam.

Implikasi Ekonomi dan Sosial

Dampak irigasi yang tak berfungsi ini tidak hanya dirasakan oleh petani, tetapi juga berimbas pada perekonomian daerah. Apridar menyebutkan, jika permasalahan ini terus berlanjut, angka pengangguran dan kemiskinan di Aceh Utara dipastikan akan meningkat. Bahkan, harga beras di tingkat lokal diprediksi naik, memengaruhi inflasi akibat hukum permintaan dan penawaran.

“Pemerintah seharusnya jujur dan transparan kepada pemerintah pusat mengenai kendala yang dihadapi, bukan sekadar mencari solusi darurat yang justru memperparah situasi,” katanya.

Apridar juga mengkritik klaim surplus produksi padi yang disampaikan Badan Pusat Statistik (BPS) Aceh Utara. Menurutnya, klaim tersebut tidak realistis jika irigasi Kreung Pase belum berfungsi optimal.

Ketidakmampuan yang Sistemik

Salah satu poin penting yang disampaikan Apridar adalah potensi ketidakmampuan pihak terkait dalam menyelesaikan proyek ini. Misalnya, tambahan anggaran Rp 4 miliar yang diajukan untuk menyelesaikan sayap kiri proyek menjadi pertanyaan besar. “Apakah permintaan anggaran tersebut tumpang tindih atau tidak? Jika tidak, maka itu menunjukkan kemampuan mereka melobi, tetapi tetap harus sesuai dengan volume pekerjaan,” jelasnya.

Namun, ia menggarisbawahi bahwa adanya isu tambahan anggaran bisa mencerminkan kesalahan prosedur dalam perencanaan proyek. Pemerintah daerah juga diminta tidak berfokus pada menghitung kerugian petani, melainkan mencari akar masalah penyelesaian proyek.

Solusi atau Kemunduran?

Dalam pandangan Apridar, penanganan jangka pendek seperti mengalihfungsikan lahan sawah untuk menanam jagung hanya bersifat sementara dan tidak menyelesaikan masalah inti. Ia mendorong pemerintah untuk mengutamakan penyelesaian proyek irigasi secara menyeluruh agar petani bisa kembali menggarap sawah.

“Daripada membawa masalah ini ke penanganan darurat, lebih baik pemerintah menggunakan strategi yang tepat untuk memastikan masalah ini selesai. Jangan sampai ketidakmampuan pihak-pihak terkait justru menimbulkan kerugian jangka panjang bagi masyarakat,” tutupnya.

Irigasi Kreung Pase adalah gambaran nyata dari buruknya manajemen proyek yang mengorbankan rakyat. Dengan potensi kerugian ekonomi yang terus membengkak, pemerintah harus segera bertindak untuk menyelesaikan benang kusut ini. Jika tidak, sektor pertanian yang menjadi tulang punggung Aceh Utara hanya akan menjadi cerita masa lalu, sementara masyarakat terus menunggu dalam ketidakpastian. (firdaus)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Baca Lainnya

Sepanduk Larangan Masuk Hutan di Aceh Utara Kerap Hilang

27 Oktober 2025 - 14:10 WIB

Air PDAM Tirta Pase Aceh Utara Kembali Keruh, Warga Mengeluh

25 Oktober 2025 - 18:02 WIB

Peringati Maulid Nabi Muhammad SAW dan Hari Santri Nasional ke-10 Bersama Pemkab Aceh Tenggara

23 Oktober 2025 - 20:55 WIB

Ambulans RS Cut Meutia Langsa Tabrak Pemotor di Aceh Utara, Polisi Duga Ada Kelalaian Sopir

23 Oktober 2025 - 16:35 WIB

Plt. Geuchik Blang Majron Mundur, Tuha Peut Sudah Laporkan ke Bupati: Dana Desa Rp465 Juta Belum Jelas Pertanggungjawabannya

23 Oktober 2025 - 14:09 WIB

Trending di Aceh