Lhokseumawe, harianpaparazzi.com – Pengelolaan anggaran Pemilu 2024 di Komisi Independen Pemilihan (KIP) Kabupaten Aceh Utara terungkap carut-marut. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Aceh menemukan kejanggalan serius dalam pengadaan barang senilai Rp4,6 miliar yang dilakukan tanpa dokumen perencanaan yang memadai.
Fakta ini terungkap dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) atas Pengelolaan Keuangan Pemilu 2024 yang dirilis pada 9 Desember 2024. Laporan itu mengungkap bahwa KIP Aceh Utara menjadi satu dari enam satuan kerja KIP di Provinsi Aceh yang diperiksa, bersama KIP Aceh, KIP Kota Banda Aceh, KIP Kota Sabang, KIP Kabupaten Pidie, dan KIP Kabupaten Aceh Barat.
Pemeriksaan mencatat bahwa KIP di wilayah Aceh menganggarkan belanja barang masing-masing Rp927,4 miliar untuk tahun anggaran 2023 dan Rp947,6 miliar untuk tahun anggaran 2024. Hingga 30 Juni 2024, realisasi belanja barang mencapai Rp598,7 miliar atau 63,19% dari anggaran.
Namun, dari besarnya anggaran tersebut, BPK menemukan indikasi penyimpangan serius di KIP Aceh Utara.
BPK mengungkap bahwa dalam 15 paket pekerjaan pengadaan barang dengan total nilai kontrak Rp4.693.907.800, KIP Aceh Utara tidak menyusun dokumen perencanaan yang semestinya, termasuk Kerangka Acuan Kerja (KAK), spesifikasi teknis, Harga Perkiraan Sendiri (HPS), dan referensi harga atau survei harga.
Lebih mencengangkan, Pejabat Pembuat Komitmen (PPKom) KIP Aceh Utara mengaku tidak pernah menyusun dokumen perencanaan.
Dalam wawancara dengan BPK, PPKom berdalih bahwa tugas tersebut telah dilimpahkan kepada Pejabat Pengadaan (PP), sementara dirinya hanya menandatangani dokumen kontrak tanpa mengetahui ada atau tidaknya dokumen perencanaan.
Ketika dimintai keterangan, PP justru mengaku tidak mengetahui bahwa seluruh pengadaan barang wajib didahului dengan KAK.
Dalam praktiknya, pengadaan barang di KIP Aceh Utara dilakukan dengan cara yang serampangan. Pada metode pengadaan langsung, HPS memang ditetapkan, tetapi tidak didokumentasikan melalui lembar penetapan resmi yang ditandatangani PPKom.
Nilai HPS hanya tertera dalam dokumen klarifikasi dan negosiasi dalam kontrak. Lebih parah lagi, dalam penentuan penyedia barang, PP tidak melakukan survei harga, melainkan langsung memilih penyedia yang sudah dikenal atau pernah bekerja sama sebelumnya. Alasannya? Demi menghindari keterlambatan pekerjaan.
Tak hanya itu, dalam pengadaan barang melalui e-catalogue, PP memilih penyedia berdasarkan harga terendah yang muncul dalam aplikasi tanpa melakukan dokumentasi yang bisa menunjukkan bahwa harga tersebut memang yang paling kompetitif.
Tidak ada kertas kerja atau bukti tertulis yang mendukung bahwa pemilihan penyedia dilakukan dengan transparan dan akuntabel.
BPK menegaskan bahwa praktik ini berisiko besar menyebabkan pengadaan barang di KIP Aceh Utara tidak sesuai dengan kebutuhan dan harga yang wajar. Kesalahan ini dinilai terjadi akibat kurangnya peran Sekretaris KIP Aceh Utara selaku PPKom dalam memastikan proses pengadaan berjalan sesuai prosedur.
KIP Aceh Utara sendiri kepada BPK tidak banyak membantah temuan ini. Mereka mengakui adanya permasalahan dalam pengadaan barang dan berjanji akan segera melakukan perbaikan sesuai ketentuan yang berlaku.
BPK dalam rekomendasinya meminta Ketua KIP Aceh Utara untuk menginstruksikan Sekretaris KIP agar menjalankan proses pengadaan barang dan jasa berdasarkan dokumen dan data yang dapat dipertanggungjawabkan.
Jika rekomendasi ini tidak segera dijalankan, potensi kebocoran anggaran dalam Pemilu 2024 semakin nyata.
Fakta ini menunjukkan betapa lemahnya tata kelola keuangan di KIP Aceh Utara. Jika pengawasan tidak diperketat, bukan tidak mungkin uang rakyat terus menguap tanpa pertanggungjawaban yang jelas.
Sekretaris KIP Aceh Utara, Mursal Ridha, SE., MM., yang juga menjabat sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPKom), diruang kerjanya menyebut, terkait temuan dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK RI. Ia mengakui adanya sejumlah catatan yang harus diperbaiki, terutama dalam aspek administrasi dan perencanaan.
“Ya, sudah pasti ada temuan. Kami akan melakukan perbaikan administrasi Kerangka Acuan Kerja (KAK) sesuai rekomendasi BPK dan regulasi yang berlaku,” ujar Ridha dalam wawancara yang berlangsung hampir 30 menit.
Terkait dengan kelebihan bayar, pihaknya memastikan akan mengembalikan dana tersebut ke kas negara. Sedangkan untuk kekurangan administrasi, ia berjanji segera melengkapinya. “Kekurangan administrasi akan kami perbaiki. Kerangka Acuan Kerja (KAK) segera kami lengkapi,” tambahnya.
Saat ditanya apakah temuan ini berdampak pada pelaksanaan Pemilu dan Pilkada 2024, Ridha membantah adanya kendala.
“Semua sudah berjalan sesuai jadwal, tidak ada masalah,” tegasnya.
Ia juga memastikan bahwa sistem penunjukan proyek di KIP Aceh Utara dilakukan melalui mekanisme e-katalog, sesuai aturan yang berlaku.
Namun, dalam wawancara tersebut, Ridha tampak sedikit canggung dan beberapa kali terdiam saat ditanya detail mengenai temuan BPK. Ia mengaku lelah dengan banyaknya telepon konfirmasi dari berbagai pihak terkait isu ini. Bahkan, ia sempat meminta agar media tidak membesar-besarkan persoalan ini.
“Kami akan memperbaiki semuanya. Saya harap media tidak menggiring opini yang berlebihan,” ujarnya dengan nada penuh harap.
Meski demikian, publik tentu akan menunggu realisasi janji perbaikan yang disampaikan KIP Aceh Utara. Akankah langkah perbaikan ini benar-benar dilakukan secara transparan dan sesuai regulasi? Waktu yang akan menjawab.(Fajar)