Aceh Utara, Harianpaparazzi.com — Dugaan penguasaan kawasan hutan dalam skala masif kembali mencuat di Aceh. Satuan Tugas Percepatan Pembangunan Aceh (PPA) secara resmi melaporkan tiga perusahaan perkebunan kelapa sawit ke Kejaksaan Tinggi Aceh, menyusul temuan aktivitas pembukaan lahan di kawasan hutan Aceh Utara dan Aceh Timur yang diduga dilakukan tanpa izin kehutanan yang sah.
Laporan tersebut tertuang dalam surat bernomor 027/SPPA/X/2025, tertanggal 27 Oktober 2025, dan ditujukan kepada Kepala Kejati Aceh. Dalam dokumen itu, PPA menyebut indikasi hilangnya ribuan hektare tutupan hutan akibat aktivitas perkebunan yang dinilai berlangsung secara sistematis dan berkelanjutan.
Pascabencana Banjir Besar di Tiga Provinsi
Laporan ini menguat di tengah situasi darurat lingkungan. Pascabanjir besar yang melanda Aceh, Sumatra Utara, dan Sumatra Barat, Presiden Prabowo Subianto dalam Sidang Kabinet Paripurna di Istana Negara pada Senin, 15 Desember 2025, menegaskan bahwa perusakan lingkungan, khususnya perambahan hutan, harus ditindak tegas tanpa kompromi.
Presiden menilai praktik pembukaan hutan secara ilegal menjadi salah satu faktor yang memperparah bencana hidrometeorologi di berbagai daerah. Ia meminta seluruh jajaran pemerintah dan aparat penegak hukum agar tidak ragu menindak pelaku perusakan hutan, demi melindungi keselamatan rakyat dan mencegah bencana berulang.
Instruksi tersebut dinilai sejalan dengan laporan Satgas PPA yang mengungkap dugaan penguasaan kawasan hutan dalam skala puluhan ribu hektare di Aceh.
Berdasarkan Temuan Lapangan
PPA menegaskan bahwa laporan tersebut disusun berdasarkan hasil pemantauan lapangan dan penelusuran dokumen, bukan dugaan tanpa dasar.
“Sehubungan dengan adanya temuan indikasi pelanggaran hukum terkait pengelolaan kawasan hutan di Aceh Utara, kami menyampaikan laporan ini agar dilakukan verifikasi dan penindakan sesuai ketentuan hukum,” tulis PPA dalam surat laporan.
Pola pembukaan lahan yang terjadi dinilai menunjukkan indikasi penguasaan kawasan hutan dalam waktu lama, tanpa pengawasan memadai dari negara.
Tiga Perusahaan, Puluhan Ribu Hektare Kawasan Hutan Terbuka
Dalam laporannya, PPA merinci tiga entitas usaha yang menjadi sorotan:
PT Berata Maju, diduga membuka perkebunan kelapa sawit di kawasan Hutan Produksi Aceh Timur dengan luas indikatif sekitar 1.710 hektare.
PT Satya Agung, diduga mengelola kebun sawit di kawasan hutan Aceh Utara dengan indikasi lahan terbuka mencapai ±8.697 hektare.
PT Perkebunan Sawit Aceh Utara, yang dikaitkan dengan PTPN IV, diduga menguasai kawasan hutan terbuka seluas ±15.594 hektare di wilayah Cot Girek, Aceh Utara.
Jika data tersebut terbukti, maka total kawasan hutan yang diduga terdampak mencapai lebih dari 25 ribu hektare, angka yang menimbulkan pertanyaan serius mengenai lemahnya pengawasan pengelolaan hutan di Aceh.
Dugaan Kuat Tanpa Izin Kehutanan
PPA menegaskan bahwa aktivitas ketiga perusahaan tersebut patut diduga tidak mengantongi izin kehutanan sebagaimana diwajibkan oleh peraturan perundang-undangan.
“Kegiatan perusahaan-perusahaan ini diduga dilakukan tanpa izin di bidang kehutanan,” tulis PPA secara tegas.
Situasi ini berpotensi melanggar ketentuan pidana kehutanan serta menimbulkan kerugian ekologis dan ekonomi dalam jangka panjang.
Dampak Lingkungan dan Sosial
Selain aspek hukum, PPA juga menyoroti dampak langsung yang dirasakan masyarakat, seperti rusaknya kawasan resapan air, meningkatnya risiko banjir, serta potensi konflik agraria.
“Langkah penegakan hukum sangat penting demi melindungi kawasan hutan dan kepentingan masyarakat Aceh,” tulis PPA dalam bagian penutup laporannya.
Kejati Aceh Akui Surat Laporan Diterima
Harian Paparazzi Aceh Utara melakukan konfirmasi terkait tindak lanjut laporan tersebut. Pihak Kejaksaan Tinggi Aceh membenarkan bahwa surat laporan Satgas PPA telah diterima dan masuk dalam proses internal.
Namun, hingga berita ini diterbitkan, belum ada kepastian mengenai waktu dimulainya penanganan atau langkah konkret yang akan dilakukan. Proses selanjutnya disebut masih menunggu keputusan pimpinan.
Belum Ada SP2HP
PPA juga menyebut belum menerima Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penanganan Perkara (SP2HP) sebagai pelapor. Pihak Kejati menyampaikan bahwa bukti penerimaan laporan masih menjadi dasar administrasi, dan pelapor dipersilakan mengajukan permohonan perkembangan perkara melalui surat resmi.
Ujian Keseriusan Negara
Di tengah instruksi tegas Presiden pascabencana banjir agar pelaku perambahan hutan ditindak tanpa kompromi, belum adanya kepastian tindak lanjut atas laporan ini menjadi sorotan publik.
Kasus dugaan penguasaan kawasan hutan dalam skala besar di Aceh kini dipandang sebagai ujian nyata keseriusan negara dalam menegakkan hukum lingkungan—apakah perintah politik di tingkat pusat akan benar-benar diterjemahkan menjadi tindakan hukum konkret di daerah, atau kembali berhenti di tataran administrasi. (Tri)







