Lhoksukon, harianpaparazzi.com – Rencana Perusahaan PT.PGE memindahkan ratusan pedagang liar di lokasi baru yang dipersiapkan, belum dapat dipastikan lokasi itu nantinya menjadi sebuah pasar. Sementara Pedagang bisa pasrah dengan rencana tersebut.
Hal tersebut diungkapkan Kepala Bidang Penataan Pasar dan Pelayanan Retribusi Disperindagkop Aceh Utara Zuraini Hanum kepada harianpaparazzi.com, Rabu (14/08).
“Bukan persoalan strategis atau tidak strategis relokasi area bagi pedagang di lokasi baru nantinya. Melainkan bersediakah mereka dipindahkan, Karena buat apa setelah dipindahkan mereka tidak mau lagi berjualan,” kata Zuraini.
Lanjutnya lokasi tersebut baru dapat dinyatakan menjadi sebuah pasar, setelah pedagang dipindahkan dari Simpang Rangkaya semuanya bersedia menempati lokasi seluas 8 ribu meter itu.
Selain itu membutuhkan waktu 1 hingga 2 minggu untuk menilai aktivitas pedagang tersebut dan melakukan sosialisasi.
Sehubungan hal itu, dirinya mempertanyakan kalaupun rencana relokasi area pedagang akan dilakukan, apakah lahan itu akan dihibah PT.PGE ke pemda Aceh Utara.
“Kalau memang benar, maka status pedagang dan lahan itu baru bisa kita legalkan,” ungkapnya.
Namun bila Perusahaan enggan menghibahkan lahan tersebut maka, pihaknya tidak akan ada keberanian menjadikan lahan itu menjadi sebuah pasar.
“Kalau mau itu pak kita hibahkan, maka hibahkan segera maka kami akan siap menata dengan rapi para pedagang tersebut,” tambahnya.
Diakuinya, di sisi lain memang susah menata dan menertibkan pedagang PKL, karena bisa sewaktu waktu berpindah tempat. Bila mereka mendapat pasokan barang kebutuhan selama ini, sama sekali pihaknya tidak mengetahui, dari melalui agen atau mana barang dagangan tersebut mereka dapatkan.
“Tidak mungkin mereka kita pindahkan hari ini 5 orang, besok 3 orang. Namanya juga manusia ya, hari ini mereka senang berjualan ya, mereka berjualan, bila besok mereka ada yang membisikan jangan berjualan, mereka akan hengkang contohnya hal itu terjadi di beberapa daerah seperti di daerah Bireuen dan Aceh Timur,” ungkapnya.
Ketika ditanya apakah perputaran uang di lokasi pasar liar sekarang ini menguntungkan bagi pedagang, Kabid Bidang Penataan Pasar itu mengakui, tidak mengetahui sama sekali, karena itu bukan bagian tupoksinya.
“Kita tidak berhak menanyakan dari mana mereka membeli barang dagangan tersebut, itu kalau kita tanyakan salah dan tidak berhak kita tanyakan, apakah barang tersebut mereka beli lalui mau mereka jual lagi dan qanun tidak mengatur tentang itu,” jawabnya.
Sementara itu, Geuchik Simpang Rangkaya Azhar mengakui, sejak kehadiran pedagang liar itu pihaknya sama sekali belum pernah mengeluarkan izin usaha kepada mereka. Bahkan pihaknya telah berkali kali mengingatkan agar tidak berjualan di zona terlarang.
Berbeda dengan Gecuhik Parang Sikureung Matangkuli Jumadi, pihaknya berharap Perusahaan dan pemda Aceh Utara menaruh belas kasihan kepada warganya sebagai pedagang.
Ungkapnya dengan mata berkaca-kaca dan nada terbata-bata sudah 4 tahun warga nya tidak turun ke sawah.
“Kasihan warga saya pak, mereka mencari sesuap nasi, enggak lebih dari itu pak, lepas makan saja sudah cukup enggak lebih dari itu pak. Kami tau dan faham kami berjualan diatas lahan orang lain, tapi mau kemana mereka pak,” ucapnya.
Bahkan, selama ini kalau ada bantuan bibit padi dari pemerintah, mereka tukarkan dengan uang untuk dijadikan modal seperti menjual pisang goreng.
Lanjutnya, seratusan warganya yang berjualan di lokasi Pipa gas milik PT. PGE, bergaram mulai pedagang pisang goreng, berjualan kopi, kedai nasi, bengkel dan ponsel.
“Saat ini para pedagang itu hanya bisa pasrah, kemana rakyat kecil ini harus mengadu bila penggusuran pun jadi dilakukan,” imbuh Jumadi. (Firdaus)