Aceh Utara, Harianpaparazzi – Pemerintah Kabupaten Aceh Utara kini menghadapi tantangan besar dalam menjalankan roda pemerintahan setelah adanya kebijakan efisiensi anggaran yang dilakukan secara nasional oleh Presiden Prabowo Subianto. Langkah ini berimbas langsung pada berbagai sektor, terutama infrastruktur dan pemberdayaan ekonomi, memaksa pemangku kebijakan setempat untuk mencari solusi alternatif agar pelayanan publik tetap berjalan optimal.
Kebijakan pemangkasan anggaran ini telah menimbulkan keresahan di kalangan pejabat daerah. Sejumlah kepala dinas di Aceh Utara, yang enggan disebutkan namanya, mengungkapkan bahwa instansi mereka kini berupaya bertahan dengan anggaran terbatas. Prioritas utama saat ini adalah membiayai operasional kantor seperti listrik, internet, honor petugas jaga, dan kebersihan. Di tengah keterbatasan ini, berbagai program pembangunan dan pelayanan masyarakat terancam stagnasi. Namun sejumlah masyarakat justru memberikan dukungan kepada Prabowo, dalam hal efisiensi tersebut.
Ketua Panitia Anggaran (Panggar) DPRK Aceh Utara, Nasrizal SE, yang akrab disapa Cek Bay, menyoroti adanya perubahan ulang dalam pemangkasan anggaran pemerintah daerah secara nasional. Menurutnya, kemungkinan efisiensi anggaran ini akan dikembalikan ke kementerian pusat, sementara sektor-sektor tertentu seperti PUPR mengalami pemotongan sebesar Rp 81 triliun.
“Kami berharap agar pemangkasan anggaran ini dapat ditinjau ulang oleh Presiden Prabowo. Aceh Utara terkena dampak sebesar Rp 138 miliar dari total APBK Rp 2,6 triliun. Jika pemangkasan tetap dilakukan, kami akan mengalami kesulitan pembiayaan, terutama karena daerah ini sangat bergantung pada Dana Alokasi Khusus (DAK) yang mencapai lebih dari Rp 300 miliar,” ujar Nasrizal.
Dampak dari kebijakan ini juga dirasakan dalam sektor kesehatan, pendidikan, serta pembangunan infrastruktur seperti jalan dan irigasi. Bahkan, pemotongan ini turut mempengaruhi pembangunan dayah dan pesantren yang mengalami penurunan anggaran sebesar Rp 56 miliar dalam APBK 2024. Jika efisiensi tetap dilakukan, maka pembangunan daerah akan mengalami hambatan yang signifikan, dan masyarakat akan merasakan dampak langsung dari kebijakan ini.
Meski demikian, hingga saat ini DPRK Aceh Utara belum melakukan pembicaraan khusus dengan eksekutif terkait peraturan pemangkasan anggaran ini. Nasrizal menegaskan bahwa Panitia Anggaran tetap berusaha mempertahankan dana yang telah masuk dalam pokok pikiran (pokir) dewan, yang bersumber dari Dana Alokasi Umum (DAU), karena di dalamnya mencakup program pemberdayaan ekonomi serta pembangunan sarana ibadah.
Untuk menghadapi tantangan ini, DPRK Aceh Utara berencana menggalang rekomendasi dari 23 kabupaten/kota se-Aceh guna meminta pemerintah pusat meninjau kembali pemangkasan anggaran ini. Namun, wacana penggunaan Undang-Undang Pemerintahan Aceh (UUPA) sebagai dasar negosiasi dinilai tidak akan efektif karena tidak semua institusi pemerintah daerah memiliki kesepahaman dalam hal ini.
Sementara itu, di tingkat nasional, kebijakan efisiensi anggaran telah mendapatkan dukungan dari DPR RI. Ketua DPR RI, Puan Maharani, menyatakan bahwa kebijakan ini merupakan langkah strategis yang perlu dilakukan bersama untuk mencapai efektivitas anggaran. Presiden Prabowo sendiri menegaskan bahwa dana hasil efisiensi sebesar Rp 24 triliun dialokasikan untuk program Makan Bergizi Gratis, sebagai bagian dari upaya pemerintah dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Menurut Cek Bay, bagaimana nasib pembangunan daerah seperti Aceh Utara dengan pemangkasan anggaran yang signifikan, daerah yang sangat bergantung pada transfer pusat ini dan harus mencari strategi adaptasi agar tidak tertinggal dalam pembangunan nasional. Harapanya pemerintah pusat bersedia meninjau ulang kebijakan ini. Apakah Pemerintah daerah harus mencari alternatif pendanaan sendiri untuk mengimbangi dampak dari efisiensi anggaran ini.
Lanjutnya, Keputusan kini berada di tangan pemerintah pusat dan daerah untuk memastikan bahwa kebijakan efisiensi anggaran tetap berjalan tanpa mengorbankan kesejahteraan masyarakat. Aceh Utara kini berada di persimpangan antara penyesuaian kebijakan dan perjuangan mempertahankan pembangunan demi kepentingan rakyat. (firdaus)