Lhokseumawe, Harianpaparazzi.com – Ribuan mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi di Kota Lhokseumawe turun ke jalan menyuarakan aspirasi mereka di depan gedung DPRK. Aksi ini berlangsung sejak pagi hingga siang dengan pengawalan ketat aparat kepolisian, Brimob, dan TNI.
Massa yang tergabung dari BEM Universitas Malikussaleh, UIN Sultanah Nahrisyah, UNIKI, dan Politeknik Negeri Lhokseumawe membawa sejumlah tuntutan yang mereka sebut sebagai petisi rakyat. Ketua aksi, Robert Kamid, dalam orasinya menegaskan delapan poin utama, mulai dari mendesak reformasi Polri dan pencopotan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo, menolak penambahan empat batalyon baru di Aceh, hingga mengecam tindak kriminalitas terhadap pers.
Tak berhenti di situ, mahasiswa juga menolak pengesahan RUU KUHP, menolak kenaikan pajak PBB Kota Lhokseumawe yang mencapai 248 persen, menolak kenaikan tunjangan DPR RI, menolak “penulisan sejarah ulang Indonesia” serta mendesak pencopotan Menteri Fadli Zon, hingga menuntut penyelesaian bonus untuk atlet Aceh. Mereka juga meminta pengusutan tegas kasus meninggalnya Affan Kurniawan, seorang ojol yang gugur saat demonstrasi di Jakarta pada 25 Agustus 2025.
Ketegangan di Depan DPRK
Awalnya mahasiswa mendesak agar aspirasi mereka dibawa masuk ke dalam gedung DPRK. Namun Walikota Lhokseumawe, Ketua DPRK, Kapolres, dan Dandim 0103 Aceh Utara menolak dengan alasan keamanan. Perdebatan berlangsung, hingga akhirnya tercapai kesepakatan bahwa penyampaian pendapat tetap dilakukan di luar gedung.
Situasi lapangan terlihat dijaga ekstra ketat. Dua unit kendaraan water canon dan dua kendaraan taktis Brimob disiagakan di halaman gedung. Aparat kepolisian tampak berlapis bersama unsur TNI untuk mengantisipasi potensi eskalasi. Sejumlah rektor perguruan tinggi, termasuk Rektor Unimal Prof. Herman Fithra, juga hadir langsung untuk memantau aksi ini.
Mahasiswa: “Aceh Cinta Damai”
Usai aksi, Ketua BEM Unimal, Muhammad Ilal Sinaga, menyampaikan pernyataan pers. Menurutnya, aksi berjalan damai karena mahasiswa Aceh menjunjung tinggi nilai perdamaian. Namun ia memberi peringatan, jika dalam waktu satu minggu tuntutan mahasiswa tidak dipenuhi, mereka akan kembali dengan gelombang aksi yang lebih besar.
“Bila penambahan batalyon baru di Aceh benar terjadi, maka itu sudah melanggar MoU Helsinki. Dalam perjanjian jelas disebut jumlah personel TNI BKO dan organik tidak boleh melebihi 14 ribu. Kami tidak ingin Aceh kembali ke masa-masa penuh konflik,” ujarnya tegas.
Sehari sebelum aksi, Walikota, Kapolres Lhokseumawe, Dandim 0103 Aceh Utara, Ketua DPRK, dan para rektor sudah menggelar pertemuan. Pertemuan itu membahas strategi agar demonstrasi tetap berjalan kondusif. Faktanya, langkah antisipasi itu terbukti mampu mencegah aksi berkembang menjadi kerusuhan. (firdaus)